Halo, hari ini aku akan mengulas buku berjudul Moon In The Spring yang ditulis oleh Hyun Go Wun. Buku ini adalah buku terjemahan Korea dan memiliki 405 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Haru di tahun 2014.
Sebenarnya aku sudah selesai membaca buku ini bulan Januari lalu. Review singkat pun sudah aku berikan di Goodreads.
Sinopsis
Moon in The Spring menceritakan tentang Dal-Hee, seorang(?) calon(?) dewi bulan yang masih dalam masa pelatihan. Karakternya yang pengasih dan pemberani sering membuatnya terlibat masalah karena ikut campur permasalahan dunia manusia. Sehingga dibandingkan kakaknya, Hae-Seong, yang sudah menjadi dewa matahari, Dal-Hee masih harus menjalani masa pelatihan.
Suatu hari, ia mendengar suara seorang wanita yang meminta tolong. Suara itu berasal dari bumi. Dal-Hee merasa terpanggil dan akhirnya ia datang ke bumi dan bertemu Yoon Ji-Wan, seorang perempuan yang sedang sekarat di kasur rumah sakitnya. Tetapi keluarga dan tunangan Ji-Wan yang ada di dalam kamar tersebut sama sekali tidak menunjukkan kesedihan ataupun rasa kehilangan.
Sebelum meninggal, Ji-Wan meminta pertolongan Dal-Hee untuk membantu memanusiakan tunangannya yang licik dan dingin. Akhirnya, Dal-Hee membantu Ji-Wan dengan merasuki tubuhnya yang tak bernyawa dan menjalani kehidupannya sebagai Ji-Wan, gadis yang bangkit dari kematian.
Review
Plot
Dewa, dewi, kaisar langit, malaikat kematian, dan reinkarnasi. Konsep yang diangkat dalam cerita Moon in The Spring ini sangat menarik untuk diriku yang memang menyukai unsur fantasi tersebut. Tapi, lain halnya dengan penilaianku tentang bagaimana si penulis mengeksekusi cerita ini.
Buku ini memiliki isi yang ringan. Konflik dan adegan tidak akan membuat pusing pembaca karena memang se-ringan itu. Alur cerita pun berjalan cepat sejak Dal-Hee merasuki tubuh Ji-Wan, lalu memperbaiki hubungan Ji-Wan dengan ibu dan saudara tirinya, dan juga dengan Min-Hyuk, tunangan yang menikahi Ji-Wan hanya karena ingin me-merger perusahaannya dengan perusahaan Ji-Wan.
Secara pribadi, setelah membaca buku ini, aku merasa seperti habis menonton FTV. Plotnya cenderung mudah ditebak dan aku merasa klimaks dari konfliknya kurang greget. Bahkan, konflik antara Ji-Wan dan keluarga, serta tunangannya terlalu umum. Penyelesaiannya pun terlalu biasa, sehingga tidak membuat perasaanku bergejolak senang maupun sebal ketika membacanya. Standar saja, datar.
Karakter
Banyak unsur dalam buku ini yang menurutku bisa digali lagi. Khususnya karakter-karakter dalam buku ini yang kurang nendang.
Dal-Hee. Ia adalah calon dewi bulan yang sebelumnya adalah manusia. Dalam tubuh Ji-Wan, selain karakternya yang lebih ceria dan cerdas dibandingkan Ji-Wan yang asli, membuat dirinya dengan mudah memperbaiki hubungan Ji-Wan dengan keluarganya yang tidak baik. Selain itu ia juga dengan mudah memikat hati orang-orang di sekelilingnya. Jadi, konflik hubungan Ji-Wan dengan orang-orang di sekelilingnya tuh terasa terlalu mudah dan kesannya jadi sepele. Secara pribadi aku merasa kurang greget.
Min-Hyuk. Tunangan yang hanya ingin menikahi Ji-Wan untuk perusahaannya itu dikatakan sebagai sosok yang dingin dan licik. Ya, dingin. Tapi menurutku tidak selicik dan sejahat apa yang dikatakan di awal cerita. Kupikir aku akan benar-benar membenci si Min-Hyuk ini. Tapi ternyata karakter itu memendam masa lalu yang menghasilkan dirinya yang sekarang.
Apakah aku kecewa karena Min-Hyuk bukan orang yang sepenuhnya jahat? Tidak.
Yang membuatku agak kecewa adalah proses perubahan sifat dan sikap Min-Hyuk yang cepat. Alur yang diceritakan cepat membuat karakternya memiliki perubahan yang terkesan cepat. Ya, kayak FTV dengan tema benci jadi cinta gitu.
Disamping kekecewaanku dengan beberapa karakter dalam buku ini. Ada karakter yang menurutku menghibur, namanya I-Gu, seorang malaikat kematian yang menjelma jadi manusia untuk menemani dan melindungi Dal-Hee dari Min-Hyuk. Sebenarnya aku juga mengharapkan dia banyak adegannya, tetapi penulis malah memunculkan karakter Seok-Hwan, seorang artis, teman lamanya Min-Hyuk yang tiba-tiba muncul dan jatuh cinta sama Ji-Wan. Ya, aku tahu Dal-Hee itu dewi bulan yang punya daya tarik sendiri. Tapi hal itu membuatku nggak merasakan emosi yang kuat antara para karakternya.
Overall Review
☆☆☆
3 bintang
Aku berpikir
mungkin kalau buku ini dijadikan duology,
mungkin perkembangan emosi para karakternya bisa lebih dapet. Karena serius,
aku merasa seperti habis nonton FTV. Plotnya cepat, tertebak, dan emosi antar karakternya
jadi kurang dapet.
Halo! Aku kembali!
Kali ini, aku akan mereview sebuah drama yang menurutku sangat menarik. Drama ini memiliki genre romance dan crime. Judulnya, 악의 꽃 (Agui Kkot), yang kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi Flower of Evil.
Judul: Flower of Evil / 악의 꽃 (Agui Kkot)
Episode: 16
Director: Kim Cheol-Kyu
Writer: Yoo Jung-Hee
Pemeran:
Lee Joon-Gi, Moon Chae-Won, Jang Hee-Jin, Seo Hyun Woo, Kim Ji Hoon, etc
Sinopsis
Drama ini menceritakan tentang seorang detektif yang tidak tahu bahwa suaminya adalah tersangka sebuah kasus pembunuhan berantai.
Cha Ji Won (Moon Chae Won), seorang wanita penuh semangat dan energi positif, bertemu Baek Hee-Sung (Lee Joon-Gi) si pendatang baru di kota kecil tempatnya tinggal. Hubungan mereka terus berlanjut sampai ke pelaminan. Memiliki suami yang sangat baik dan penyayang, dan menjadi seorang ibu sekaligus bekerja sebagai seorang detektif, membuat hidup Cha Ji Won terkesan sempurna.
Sampai suatu saat, sebuah pembunuhan terjadi dan membuat nama Do Hyun Su (Lee Joon-Gi), anak seorang psikopat yang diduga sebagai tersangka kasus pembunuhan beberapa tahun silam tersorot kembali. Cha Ji Won tidak menyadari bahwa sosok itu ada di dekatnya.
Terjebak di antara dua pilihan, menangkap atau melindungi suaminya, Cha Ji Won berusaha mengungkap kebenaran sesungguhnya.
Review
(hati-hati spoiler)
Plot
Sebelum drama ini tayang, saat aku mendengar bahwa drama ini adalah drama tentang seorang psikopat yang menikah dengan seorang detektif, pertanyaan pertama yang muncul di benakku adalah ‘kok bisa?’.
Pasalnya, sinopsisnya membuatku penasaran tentang kenapa si detektif bisa dibohongi seperti itu, dan apa motif si psikopat menikahi si detektif. Terlebih, ‘seorang psikopat’ sebagai pemeran utama adalah hal yang jarang. Apakah dia benar psikopat atau akan ada kisah sedih dibalik masa lalunya yang mengungkap bahwa karakter tersebut bukan psikopat. Semua itu pun membuatku penasaran dan menantikan kehadiran drama ini.
Setelah menonton drama ini, pemeran utama kita bukanlah murni seorang psikopat. Ia hanyalah anak dari seorang psikopat yang diperlakukan seperti anak yang kerasukan roh jahat di desanya, padahal ia hanya tidak mampu mengungkapkan emosinya, atau bisa dibilang ia mengidap Alexithymia.
Secara keseluruhan, plot drama ini cukup menarik. Alur berjalan maju dan mundur dengan adanya flashback masa lalu para karakter kita. Sejujurnya ada beberapa plot yang menurutku mudah tertebak, seperti Do Hyun Su hanyalah manusia tidak bersalah yang dituduh sebagai pembunuh, tetapi banyak juga plot yang memungkinkan penonton menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Terlebih di beberapa bagian terakhir, seiring intensitas konfliknya meningkat, penonton dibuat greget apakah akhirnya akan bahagia, atau sebaliknya.
Bagian favoritku mungkin ada di episode 7 atau 8, entahlah agak lupa. Saat itu, Cha Ji Won yang mulai curiga, mengikuti suaminya, Baek Hee-Sung/ Do Hyun-Su, yang sedang pergi menemui Do Hae-Su, kakak perempuan yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak ditemuinya.
Saat itu, Hyun-Su sedang bercerita pada Hae-Su bahwa ia memiliki istri dan anak perempuan. Hae-Su yang merasakan bahwa Hyun-Su sudah berubah, bertanya..
“Apa kamu mencintainya?,” tanya Do Hae-Su.
Hyun-Su yang tidak mampu mengungkapkan emosi, meyakini dirinya bahwa ia tidak pernah mencintai istrinya.
“Aku tidak pernah merasakan perasaan seperti itu,” ucap Do Hyun-Su, di dengar oleh istrinya yang sedang menguping. BOOM!
Menurutku adegan itu penuh dengan emosi yang tersirat. Aku membayangkan bagaimana perasaan Cha Ji Won yang mendengar orang yang selama ini dicintainya ternyata tidak pernah mencintainya. Woh!
Karakter
Dalam drama ini,
kita memiliki dua karakter utama, yakni Do Hyun Su yang menyamar sebagai Baek
Hee Seung, dan Cha Ji Won. Kedua karakter diperankan dengan sangat baik dan oh my god! Di dua episode terakhir,
kedua karakter ini benar-benar memberikan klimaks cerita dengan sangat baik.
Emosi yang mereka salurkan melalui kemampuan acting mereka benar-benar tersampaikan dengan sempurna.
Lalu, aku benar-benar merasa puas dengan acting Lee Joon-Gi dan Kim Ji-Hoon dalam drama ini, haha.
Lee Joon-Gi, aktor yang berperan sebagai Do Hyun-Su sangat mampu memvisualisasikan karakternya yang kesulitan mengekspresikan perasaan. Dari raut wajah yang datar, kengerian yang ditimbulkan ketika ia bertingkah ekstrem, dan rasa frustasinya ketika melindungi sosok/ sesuatu yang berharga untuknya, semuanya benar-benar membuatku sebagai penonton ternganga dan kagum.
Tak hanya Lee Joon-Gi, aktor Kim Ji-Hoon juga mampu mencuri perhatian penonton walau tidak muncul di seluruh episode. Pasalnya, kemunculan antagonis utama kita ini benar-benar membuat penonton gregetan!
Aktris Jang Hee-Jin yang memerankan Do Hae-Su juga menarik perhatianku walau sebenarnya karakternya tidak digambarkan sebagai sosok yang kuat atau sangat berpengaruh, bahkan malah cenderung lemah dan merepotkan. Tetapi, ada satu adegan yang sangat aku suka, ketika ia melindungi Baek Eun-Ha, anak Do Hyun-Su & Cha Ji Won, ketika the real villain muncul dan membahayakan nyawa mereka. Entahlah, aku merasa adegan itu super brave, sangat berani.
Setting
Aku sangat sangat suka dengan setting suara dan musiknya. Musik-musiknya benar-benar mendukung segala jenis emosi dan suasana dalam drama. Dari adegan menegangkan, sampai bagian romantisnya.
Hal tersebut yang membuatku benar-benar menyukai adegan yang akhirnya menjadi adegan favoritku. Ketika Cha Ji Won mendengar pernyataan suaminya yang menyakitkan, musiknya tiba-tiba disenyapkan dan hanya meninggalkan perasaan dan emosi yang tersirat kala itu.
Oh! Dan satu hal yang sangat aku suka dari karakter-karakter dalam drama ini, aktor aktris versi muda dan versi dewasanya dipilih yang mirip, terlebih Do Hyun-Su muda yang diperankan oleh Park Hyun Joon, dan Do Hyun-Su dewasa yang diperankan oleh Lee Joon-Gi wajahnya benar-benar mirip. Salut sekali dengan tim casting aktornya~
Overall Review
☆☆☆☆
4 bintang
Perpaduan antara plot yang dikembangkan dengan baik, acting para aktor dan aktris yang superb! Dan penataan musik yang sangat baik. Rasanya ingin memberikan bintang 5, tetapi ada beberapa bagian dalam plot yang terkesan klise untukku, jadi 4 bintang.
Drama ini sudah tamat bulan September 2020, kalian yang ingin menontonnya bisa menonton di aplikasi seperti VIU, WeTV, Vidio, dan sebagainya.
Sampai jumpa di review selanjutnya!
Halo, hari ini aku akan mereview sebuah buku yang menceritakan ulang kisah Mahabharata yang dipadukan dengan dunia modern.
Judul:
Aru Shah and The Song of Death
Penulis: Roshani Chokshi
Halaman: 381
Penerbit: Disney Hyperion
Bahasa: Inggris
ISBN: 9781368013840
Penulis: Roshani Chokshi
Halaman: 381
Penerbit: Disney Hyperion
Bahasa: Inggris
ISBN: 9781368013840
Dalam
buku berseri ini, Roshani Chokshi si penulis bercerita mengenai seorang anak
perempuan berusia 12 tahun, Aru Shah, yang harus menghadapi kenyataan bahwa
dirinya adalah seorang Pandawa, salah satu reinkarnasi tokoh protagonis dalam
kisah Mahabharata. Cerita ini memadukan legenda mitologi Hindu dan dunia
modern.
Singkatnya, di buku pertama yang berjudul Aru Shah and The End of Time, Aru Shah yang masih berusia 12 tahun berbuat kesalahan dengan tidak sengaja melepas The Sleeper, iblis jahat yang bertugas membangkitkan Dewa Kehancuran dari barang antik di museum ibunya. Kemudian ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa dia adalah seorang Pandawa, reinkarnasi sosok Arjuna, titisan tidak secara langsung Dewa Indra. Dan pada akhirnya ia harus berjuang mencegah The Sleeper untuk mengakhiri dunia bersama dengan saudari ‘sejiwa’ yang bahkan baru dikenalnya, Mini, reinkarnasi Yudhistira.
Di buku kedua, The Otherworld diserang oleh pasukan zombie. Panah dan busur milik Kamadewa si Dewa Cinta hilang dicuri. Dan parahnya, Aru Shah dituduh sebagai pencurinya. Dan jika Aru tidak bisa menemukan panah dan busur tersebut sebelum bulan purnama, ia akan dipecat sebagai Pandawa dan harus meninggalkan The Otherworld. Akhirnya Aru yang tak ingin berpisah dari kehidupan lainnya itu, lagi-lagi harus menjalankan misi bersama Mini. Tetapi di buku kedua ini, Aru dan Mini akan ditemani dua karakter baru, yakni Brynne, reinkarnasi Bhima titisan Dewa Angin, dan Aiden, tetangga Aru di seberang jalan yang menyimpan banyak rahasia.
Karena aku tidak pernah mereview buku pertama disini, jadi aku akan mengungkit reviewku untuk kedua buku ini.
Review
Mari kita mulai dari desain cover. Baik buku pertama dan buku kedua seri ini memiliki cover yang cantik dan menggunakan warna kalem yang menenangkan. Ditambah ilustrasi yang lucu-lucu, buku ini sudah bisa menarik mataku dalam sekali lihat.
***
Kedua
buku ini yang memiliki jumlah halaman 355 dan 381 memiliki jalan cerita yang
menarik. Penulis bisa membawa pembaca (aku) untuk masuk ke dalam petualangan
seolah aku sedang bertualang bersama Aru dan kawan-kawan.
Di buku pertama, Aru harus menjalankan misinya selama 9 hari. Tetapi karena jalannya waktu dunia nyata dan The Otherworld berbeda, membuatku sempat bosan dan terjebak dalam reading slump untuk beberapa minggu. Agak sedikit lama untuk mencapai klimaks. Tetapi ketika Aru dan Mini sudah memasuki The Kingdom of The Death, ceritanya jadi semakin menarik dan berjalan begitu cepat, membuatku tidak rela buku ini berakhir.
Sedangkan di buku kedua, aku masih agak sedikit dibikin bosan dengan perbedaan waktu antara dunia nyata dan The Otherworld. Pasalnya ketika Aru dan kawan-kawan memiliki deadline 10 hari untuk mengembalikan busur dan panah Kamadewa, tetapi karena ada perbedaan waktu, perjalanan Aru dan kawan-kawan jadi melambat dan membuatku merasa sangat lama mencapai klimaksnya. Tetapi penambahan karakter dan interaksi antara para Pandawa sangat lucu dan menghibur.
Bagaimana penulis mengakhiri cerita pada buku pertama dan melanjutkannya di buku kedua sangatlah menarik. Mungkin jika kalian membaca kedua buku ini dengan rentang waktu yang jauh, mungkin kalian akan sedikit kebingungan dan harus mengintip lagi chapter terakhir di buku sebelumnya. Tapi kalau kalian membaca kedua buku ini bergantian tanpa jeda, mungkin akan jauh lebih menarik.
***
Berbicara mengenai karakter. Karakter favoritku di buku pertama adalah Boo, seorang dewa minor seperti Hannuman, bernama “Subala” yang pernah melakukan kesalahan sehingga ia ditugaskan untuk melatih para Pandawa. Alih-alih memiliki bentuk seukuran manusia, karakter Boo digambarkan sebagai seekor burung merpati. Ia bukanlah karakter yang mengucapkan isi hatinya begitu saja. Sifat dan sikapnya membuatnya sangat menggemaskan.
Sayangnya, di buku kedua, Boo tidak ikut dalam menjalankan misi bersama Aru dan kawan-kawan. Ia harus dijauhkan dari Aru dan lainnya karena dicurigai telah berkomplot dengan pencuri busur panah Kamadewa. Sebagai fans Boo, aku sangat senang ketika ia bebas dan menampakkan diri di beberapa chapter terakhir.
Boo landed on Aru’s hair and immediately pecked her. “You look pale! You have to take vitamin D! Pandawas always take Vitamin D. And what is this scratch on your arm? Who scratched you? And what took you so long?”
Boo mendarat di rambut Aru dan langsung mematuknya. “Kau keliatan pucat! Kau harus minum vitamin D! Pandawa selalu minum vitamin D. Dan cakaran apaan ini di tanganmu? Siapa yang mencakarmu? Dan kenapa lama sekali?”
Itu adalah reaksi Boo ketika dirinya akhirnya bebas dan menemui para Pandawa. Membaca kalimat itu membuatku sangat senang, karena aku juga sangaaaat merindukan Boo. Kalimat itu juga menunjukkan betapa pedulinya Boo dengan Aru dan Pandawa lainnya. Walau ia juga galak, dan ribet, tapi aku sangat suka karakter yang peduli seperti Boo, huhu.
Bagaimana dengan karakter utama aka para Pandawa? Sejujurnya aku tidak memfavoritkan salah satu dari mereka secara khusus. Tetapi aku sangat suka interaksi antara Aru yang masih perlu banyak belajar, Mini yang sangat higienis, Brynne yang sangat kuat dan doyan makan dan hobi masak, beserta Aiden, satu satunya laki-laki dalam tim ini yang selalu membawa kamera kemana-mana. Haah... Aku tidak sabar menanti kehadiran pandawa lainnya di buku ketiga, Aru Shah and The Tree of Wishes.
***
Bahasa
Inggris bukanlah bahasa ibuku. Tetapi mungkin karena buku ini adalah buku middle grade fantasy jadi menurutku bahasa
Inggrisnya masih mudah dipahami. Buku pertama dan buku kedua meninggalkan kesan
yang tak jauh berbeda, aku sama-sama menyukai kedua karya ini.
Overall Review
☆☆☆☆
4
bintang.
Untuk kamu yang menyukai novel Percy Jackson dan karya Rick Riordan lainnya seperti aku, mungkin kalian akan menyukai buku ini. Terlebih, buku ini adalah buku pertama dari imprint Rick Riordan. Buku ini juga sepertinya akan cocok untuk kamu yang tertarik dengan cerita tentang mitologi Hindu.
Oh
ya, omong-omong, buku ketiga Aru Shah and
The Tree of Wishes sudah terbit tahun 2020 ini. Sedangkan buku terakhir
seri Pandawa Quartet ini akan terbit tahun depan, 2021.
About Me
Welcome to my little corner! I’m Lia, someone who finds joy in stories, whether through novels, dramas, movies, or my own writings. With a Green Tea Latte in hand, I explore different narratives and share my thoughts here.
Expect reviews, reflections, and a mix of personal musings. Most of my posts are in Bahasa Indonesia, but occasionally you’ll find entries in English or even a bit of Korean!
Stay tuned, and let's dive into stories together!
Old Reviews
-
►
2023
(3)
- ► September 2023 (2)
- ► Agustus 2023 (1)
-
►
2022
(8)
- ► November 2022 (1)
- ► September 2022 (4)
- ► April 2022 (1)
-
►
2021
(23)
- ► November 2021 (7)
- ► Oktober 2021 (1)
- ► April 2021 (1)
- ► Maret 2021 (9)
-
►
2020
(23)
- ► November 2020 (4)
- ► September 2020 (1)
- ► Agustus 2020 (3)
- ► April 2020 (1)
- ► Maret 2020 (5)
-
►
2019
(43)
- ► Desember 2019 (3)
- ► November 2019 (4)
- ► Oktober 2019 (5)
- ► September 2019 (5)
- ► Agustus 2019 (6)
- ► April 2019 (1)
- ► Maret 2019 (6)
- ► Februari 2019 (3)
- ► Januari 2019 (3)
-
►
2018
(8)
- ► November 2018 (2)
- ► Agustus 2018 (2)