Pages

Goodreads Wattpad FB Page Instagram 1 Instagram 2 Twitter Youtube
GREENSHE REVIEWS
  • Home
  • Drama Reviews
  • Movie Reviews
  • Book Reviews
  • Journal
Ant-Man and The Wasp
Sutradara : Peyton Reed
Perusahaan Produksi : Marvel Studios
Distributor : Walt Disney Motion Pictures Group
Rilis : 4 Juli 2018 (Indonesia)
Pemeran : Evangeline Lilly, Paul Rudd, Hannah John-Kamen, Michael Douglas, Michelle Pfeiffer


Spoiler Alert! Review ini mengandung beberapa spoiler yang mungkin tidak kalian sukai. Jadi, berhati-hatilah!


Halo teman-teman, kali ini Greenshe akan mereview film Ant-Man and The Wasp yang belum lama ini Greenshe saksikan di bioskop. Siapapun yang sudah menonton Avengers: Infinity Wars yang bulan Maret lalu menggebyarkan bioskop-bioskop tanah air, tentu ada beberapa dari kalian yang penasaran akan ketidakhadiran beberapa superhero, khususnya manusia semut kita, Ant-Man.

Banyak meme yang bertebaran mengenai betapa mudahnya Thanos dikalahkan jika ada Ant-Man, haha. Nah, dalam film baru superhero Marvel ini, Ant-Man and The Wasp menjelaskan apa yang dilakukan Scott Lang dan kawan-kawan hingga melewatkan penampilan spektakuler Thanos dan Avengers beberapa bulan lalu.

REVIEW

Plot.

Dalam sequel ini, Scott tengah menjalani hukumannya sebagai tahanan rumah karena memihak pada Captain America dalam film Captain America: Civil War. Padahal masa tahanannya akan berakhir tak lama lagi, namun setelah ia mendapatkan visi mengenai istri Hank Pym yang menghilang dalam Quantum Realm (silahkan tonton film Ant-Man yang pertama), Hank Pym beserta anaknya, Hope Van Dyne, mengajak Scott Lang bekerjasama untuk mengeluarkan istri Hank Pym dari Quantum Realm, pasalnya pada film pertama Ant-Man, Scott berhasil kembali dengan selamat dari Quantum Realm itu, membuat Hank Pym dan Hope memiliki keyakinan bahwa mereka dapat menyelamatkan istri dan ibunya.

Untuk melancarkan aksinya, Hank dan Hope menciptakan mesin yang untuk menyempurnakannya membutuhkan suatu alat penting gitu (lupa namanya apa). Namun, untuk mendapatkan alat penting itu ternyata tidak mudah. Selain harus bersembunyi dari FBI, mereka harus berhadapan dengan Ghost yang ternyata juga mengincar alat, mesin, bahkan lab milik Hank Pym.

Jika menilai plot cerita secara individu, plot yang disuguhkan dalam Ant-Man and The Wasp cenderung biasa saja jika dibandingkan dengan Ant-Man pertama, apalagi jika dibandingkan ke-epic-an Infinity Wars kemarin. Plot cerita lebih menceritakan masalah keluarga Hank dan Hope, selain itu, kemunculan Hope sebagai The Wasp yang keren banget, membuat karakter Scott sebagai Ant-Man agak overshadowed. Jadi, kalau saja The Wasp memiliki film sendiri pasti tidak buruk.

Jika melihat plot cerita secara kelompok, yaitu dengan melihat kronologi film Marvel Cinematic Universe, film Ant-Man and The Wasp ini cukup membuat para pengabdi Infinity Wars dapat bernapas agak lega setelah superhero favorit mereka jadi abu, hing... Doctor Strange.

Selain menjelaskan alasan Scott absen di Infinity Wars, film ini juga menandakan bahwa waktu menuju Avengers 4 tidak lama lagi, hanya hitungan bulan. Yah, masih tahun depan sih, tapi setidaknya list film yang muncul di antara Avengers 3 dan 4 ini semakin menyusut. Greenshe bahkan nggak sabar dengan debut Captain Marvel yang kabarnya akan dirilis tahun depan.

Karakter.

Menurut Greenshe, karakter yang menonjol dalam film ini adalah The Wasp dan Ghost. Kedua karakter tersebut belum pernah menunjukkan kekuatan mereka di film manapun, sehingga penampilan perdana mereka dalam film ini membuat karakter Ant-Man sedikit tergeser. Terlebih dengan plot yang lebih berfokus pada The Wasp.

Tapi, adegan yang berkesan bagi Greenshe adalah adegan Scott Lang ketika pikirannya dirasuki oleh Janet Van Dyne, membuatnya bertingkah seperti perempuan dan istri dari seorang Hank Pym. Banyak adegan-adegan komedik yang mampu memancing tawa para penonton. Dan untuk divisi komedi dalam film ini, Greenshe mengacungi jempol untuk Scott Lang dan sahabatnya, Luis. Bahkan Greenshe tak menyangka bahwa kalimat “Baba Yaga” yang sering disebut-sebut oleh karakter bernama Kurt dalam film ini memiliki nilai humor yang lumayan bagus.

Setting dan Sound Effect

Hmm.. Untuk film ini, Greenshe tidak begitu memfokuskan review pada setting dan sound effect. Namun, untuk Greenshe yang awam akan teknologi animasi seperti ini, setting animation dalam film ini sangat keren. Khususnya untuk adegan perkelahian The Wasp, Ghost, dan Ant-Man. Kenyataan bahwa Hank Pym menciptakan alat yang mampu mengubah ukuran benda apapun jadi kecil dan besar itu menakjubkan. Bahkan gedung Labnya pun dapat disulap jadi seukuran koper. Mau koleksi mobil? Hank Pym bisa menyulap mobil hotwheels milikmu jadi seukuran mobil biasa. Sedangkan untuk sound effect atau musik, Greenshe tidak merasa ada sesuatu yang spesial. Namun begitu, Greenshe tetap bisa merasa enjoy nontonnya.

OVERALL REVIEW

Plot = 7.5/10
Karakter = 7.5/10
Setting = 8/10
Sound Effect = 7/10
Film ini rekomen bagi kalian yang mengikuti film seri Marvel Cinematic Universe. Ah! Perihal post-credit, atau tayangan setelah credit dalam Ant-Man and The Wasp, cukup mengejutkan bahwa Ant-Man tertinggal di Quantum Realm karena Hope, Hank, dan Janet jadi abu ketika sedang mengawasi Scott dalam Quantum Realm. Sebenarnya ada dua post-credit dalam film ini, tapi menurutku yang kedua agak sedikit.... hmm... Tonton sendiri deh! See ya on next review!
0
Share
SABRINA : The Next Terror in The Doll Series

Sutradara : Rocky Soraya
Produser : Rocky Soraya
Rumah Produksi : Hitmaker Studios
Rilis : 12 Juli 2018
Pemeran : Luna Maya, Sara Wijayanto, Jeremy Thomas, Christian Sugiono
Genre : Horror, Thriller


Spoiler Alert! Kukatakan padamu, review ini mengandung sejumlah spoiler. Jadi, efek samping review ini adalah urusanmu.


Hai teman-teman, di kesempatan kali ini Greenshe akan me-review film horor lokal yang sedang tayang bulan Juli ini di bioskop-bioskop tanah air, judulnya SABRINA. Film ini merupakan film ketiga dari trilogi The Doll yang menceritakan kelanjutan dari kisah The Doll 2. Greenshe belum pernah menonton dua film pendahulunya karena pesimis akan keseruan film-film horor Indonesia, hing.. gomen. Tetapi setelah (dipaksa sama adik) menonton film SABRINA, timbul keinginan untuk menonton film-film sebelumnya.

Jadi, film ini menceritakan tentang keluarga baru Maira (Luna Maya) dan Aiden (Christian Sugiono) yang mengangkat Vanya, keponakan Aiden, sebagai anak lantaran kedua orang tuanya, yaitu Arka dan Andini sudah meninggal. Namun, rupanya Vanya belum ikhlas akan kepergian Bunda-nya, hingga suatu hari, temannya yang bernama Ditho menunjukkan Vanya permainan Pensil Charlie yang dapat digunakannya untuk bertemu lagi dengan mendiang Bunda-nya. Alih-alih Bunda-nya yang datang, permainan Pensil Charlie yang dimainkan Vanya telah memanggil makhluk yang lebih berbahaya, yaitu Baghiah, anak iblis yang berusaha untuk merasuki dan mengambil alih tubuh manusia untuk hidup di dunia manusia.

Kualitas film horor layar lebar Indonesia saat ini patut diacungi jempol, lantaran sudah memiliki kualitas yang super lebih baik daripada film-film horor dulu yang banyak memuat unsur dewasa, padahal memiliki cerita yang biasa saja, hingga membuatku enggan untuk menonton film horror lokal.


REVIEW

Plot.

Tema ‘hantu boneka’ ini tentu membuat beberapa orang (like me) merasa bahwa ceritanya pasti bakal mirip dengan film horor Amerika, Annabelle, yang pernah tayang di bioskop Indonesia. Namun jangan salah, meskipun film ini seolah terinspirasi dari film horor tersebut, bobot nilai moral yang disuguhkan dalam cerita SABRINA ini lebih jelas dan cocok untuk dikalangan lokal. Tidak seperti film horor luar yang menampakkan kengerian dan kesadisan yang pada akhirnya pun sulit untuk dicerna apa alasannya.

Iri dan dengki dalam hati manusia adalah inang dari sebuah kejahatan.


Dalam film ini diceritakan bahwa Baghiah sebenarnya dipanggil ke dunia oleh manusia yang iri dan dengki, untuk menjadi anak buah atau pekerja yang tengah mencari upahnya karena telah menyelesaikan misi-nya. Greenshe cukup terkesan bahwa ternyata Aiden lah yang telah memanggil Baghiah ke muka bumi ini dengan pertolongan seorang dukun. Greenshe merasa hal tersebut agak unexpected, seolah menjadi plot twist, karena dari awal tuh setiap karakter dalam film tidak ada yang begitu menonjol maupun mencolok, jadi siapa sangka dalangnya ada di antara mereka. Kenapa Aiden memanggil Baghiah? I won’t spoil anything about it.

Karakter.

Para aktor dan aktris kita memerankan perannya dengan sangat baik. Tetapi adegan kesurupan yang dilakoni Maira, Aiden, serta Vanya, membuatku ingin mengacungi mereka dengan seribu jempol, namun apa daya, jempolku hanya ada empat. Pasalnya, adegan ketika Baghiah menyurupi ketiga karakter tersebut hanya untuk membunuh Laras (seorang paranormal yang pernah menghalangi usaha Baghiah untuk merasuki tubuh manusia) sangat mengerikan dan menambah suasana menonton menjadi super menegangkan.

Selain itu, karakter yang Greenshe sukai dalam film ini adalah karakter Laras yang diperankan oleh Sara Wijayanto. Karakter Laras memiliki perkembangan yang lebih menonjol dari karakter lainnya. Kehilangan suami dan anak-anak karena pekerjaannya sebagai paranormal itu menjadi kekuatannya ketika dirinya nyaris goyah dan takut terhadap kehadiran Baghiah yang energi negatifnya lebih mengerikan dibandingkan dengan Baghiah yang dulu pernah dilawannya. Bersama dengan suami barunya, Raynard, yang diperankan oleh Jeremy Thomas, Laras bangkit untuk melawan Baghiah.

Setting dan Sound Effect.

Sedikit cerita, jadi, aku menonton SABRINA ini di bioskop XXI, yang jika dibandingkan dengan CGV, suaranya lebih menggelegar. Sound effectnya bagus, membuat jantung semakin berdebar, apalagi ketika adegan naik tangga dan kemudian ada boneka SABRINA di tangga itu. Damn! That’s horror! 

Ketika terjadi adegan kejar-kejaran antara karakter-karakter protagonis kita dengan Baghiah ini juga menegangkan. Ah! Dan efek suara setiap kali Baghiah hendak menampakkan diri itu lebih horor lagi. Duh, genre horrornya tersemat dengan baik.

Nah, untuk settingnya. Setting tempat atau latar seperti rumah yang digunakan itu tipikal film horor pada umumnya. Rumahnya gedong banget, tapi isinya hanya ada Maira, Aiden, Vanya, dan Bi Nur. Menurut Greenshe, untuk setting tempat sih yaa bagus bagus saja. Tapi hal yang Greenshe sukai dari setting adalah make up artist-nya. Penataan untuk rias wajah Baghiah, dan karakter-karakter yang kesurupan Baghiah itu the best. Horor banget deh mukanya, khususnya bagian hidung. Mungkin beberapa orang menganggap hidungnya bakalan lucu tanpa darah hitam yang membasahinya, tapi Greenshe berkata lain, haha.


OVERALL REVIEW

Plot                  = 7.8/10
Karakter         = 7.5/10
Setting             = 8/10
Sound Effect   = 8/10

Yak. Film dengan rate Dewasa ini tidak cocok untuk ditonton oleh anak-anak, karena mengandung unsur cabik-cabikan yang mengerikan. Jadi, menurut Greenshe film ini sudah rekomen banget untuk kategori usianya. Bagi para orang tua, jangan membawa anak-anak, ya. See ya on next review!
0
Share
Hereditary (2018)

Genre : Horor, Drama, Misteri
Pemeran : Alex Wolff, Gabriel Byrne, Toni Collette, Milly Shapiro
Director : Ari Ester
Rilis : 27 Juni 2018

Spoiler Alert! Review film ini mengandung sejumlah spoiler yang mampu membuat kalian yang belum menonton film ini merasa terganggu. Jadi, berhati-hatilah!


Kematian salah seorang anggota keluarga seharusnya menjadi sebuah duka yang mau tak mau akan menumpahkan air mata kalian. Namun rupanya hal tersebut tak berlaku untuk keluarga Graham. Kematian Ellen Graham rupanya tak mampu membawa duka bagi keluarganya. Jangankan menantunya, Steve, dan kedua cucunya Peter serta Charlie, bahkan Annie Graham sebagai anak kandung perempuannya, tak meneteskan air matanya sama sekali. 

Kasihan sekali ya, pikirku. Namun, setelah kematian Ellen Graham, Annie beserta keluarganya mulai menerima teror yang usul punya usul, berkaitan dengan warisan nenek moyang keluarga mereka. Tiba-tiba Greenshe teringat seri film Kuntilanak yang membahas mengenai wangsit, semacam warisan.

Meskipun masih tipikal film horor Amerika yang mengandung unsur aliran sesat, atau sistem pemujaan iblis yang berujung pada sesuatu yang berbau thriller dibandingkan horor, film ini tersusun begitu apik, mulai dari plot, karakter, setting, dan sound effect nya.

REVIEW

Alur Cerita / Plot

Alur yang disuguhkan dalam film ini terkesan lambat, namun genre misteri benar-benar disematkan secara baik dalam setiap adegan, membuat penonton menebak-nebak ceritanya, lalu kemudian menyesali tebakannya yang tak tepat. 

Sejak kematian ibunya, Annie mendatangi sebuah perkumpulan biasa gitu, entah untuk apa, aku lupa, sepertinya untuk menenangkan diri dari stress dan konflik diri yang sedang di alaminya. Namun, kematian Charlie, anak bungsunya, dalam kecelakaan atas keteledoran sang sulung, Peter, sempat membuat Annie urung untuk mendatangi perkumpulan itu lagi, mungkin ia merasa bahwa perkumpulan tersebut takkan mampu menghibur dirinya kembali. Saat itu ia bertemu dengan sosok yang terkesan ramah, bernama Joan. 

Nah, ketika menonton, menurutku kehadiran Joan yang membujuk Annie untuk tetap stay di perkumpulan ini cukup misterius. Meskipun sejak awal aku sudah mampu menebak bahwa film ini berpusar pada suatu sekte pemujaan atau sejenisnya, namun detail-detail lain dalam film ini cukup membuatku gusar untuk menebak.

Genre drama dalam film ini tergambarkan melalui hubungan yang kurang harmonis di keluarga Graham ini. Sedangkan genre horornya begitu terasa dalam pengaturan setting lokasi dan pemberian sound effect yang menambah ketegangan ketika menonton film ini.

Karakter

Penggambaran karakter dalam film ini sangat baik. Karakter-karakter disini begitu aneh (dalam hal baik) dan misterius, membuat penonton agak kesulitan menebak apa maunya si karakter ini, seperti karakter Charlie yang seringkali menimbulkan suara "tlok tlok" dengan mulutnya, dan bertingkah layaknya anak aneh. Lalu karakter si ibu yang menuju akhir cerita menunjukkan potensi menjadi Spider-girl. Karakternya membuat genre misterinya semakin terasah.

Setting dan Sound Effect

Sempurna. Review ini mengandung unsur subjektifitas yang tinggi. Dan diriku yang harus menggunakan kacamata jari setiap kali menonton film horor menganggap bahwa setting latar dan sound effect dalam film ini sempurna. Bayangkan di dalam bioskop, aku parno sendiri hanya karena pergantian waktu malam ke siang. Awalnya aku mengira akan ada adegan mengejutkan atau menakutkan, tetapi ternyata hanya pergantian waktu. Sound effect super mendukung suasana horor, mengerikan, dan misterius dalam film ini.


OVERALL REVIEW

Plot : 7.5 / 10
Karakter : 8 / 10
Setting : 10 / 10
Sound Effect : 10 / 10

Bagi kalian yang bertanya-tanya apakah film ini rekomen atau nggak. Greenshe tidak begitu merekomendasikan film ini bagi yang sudah bosan dengan tipikal film horor Amerika yang mengulik tentang sekte dan aliran sesat. Selain akhir cerita yang membuat beberapa penonton, hah? kok? oh gitu? serius?, bagiku film ini kurang begitu berkesan, karena sebelum pergi menonton banyak temanku yang mengatakan bahwa film ini bagus banget. Jadi, agak kecewa gitu.

Ah, aku membuat review ini setelah menonton film ini beberapa jam yang lalu, jadi mungkin banyak hal yang aku miss dalam review. Nah, yang sudah menonton film ini bisa juga memberikan pendapat kalian mengenai film ini di kolom komentar.
0
Share
An-nyeong chin-gu-deul,
Di kesempatan kali ini, Greenshe ingin me-review drama romance-mellodrama yang sedang Greenshe tonton. Sekilas info mengenai drama ini aku ketik di bawah, ya;

Come and Hug Me (2018)
asianwiki.com/Come_and_Hug_Me

Judul                 : Come and Hug Me (Iriwa Anajwo)
Director            : Choi Joon-Bae
Writer               : Lee A-Ram
Saluran             : MBC
Episode            : 32
Rilis                  : 16 Mei 2018
Waktu Tayang: Rabu & Kamis 22.00 KST (35 menit per episode / 2 episode per hari)

PEMERAN             

Jang Ki Yong - Yoon Na-Moo / Chae Do-Jin
Jin Ki Joo - Gil Nak-Won / Han Jae-Yi
Nam Da Reum - (Young) Yoon Na-Moo / Chae Do-Jin
Ryoo Han-Bi - (Young) Gil Nak-Won / Han Jae-Yi
Heo Jun Ho - Yoon Hui-Jae
Other casts

SINOPSIS (Sumber)

"A man and a woman suffers from wounded hearts due to a murder case that took place in their past. The man is a detective and the woman is a popular actress. When Do Jin (Jang Ki Yong) and Jae-Yi (Jin Ki Joo) were high school students, they were each other’s first love. Do-Jin’s father, Hui-Jae (Heo Jun-Ho) was a psychopath and killed Jae-Yi’s parents. Do-Jin and Jae-Yi were separated aterwards. Now, Do-Jin works as a detective. He treats the victim’s family with care. This is his way of atoning for his father’s horrific act. Meanwhile, Jae-Yi works as an actress. She followed in the footsteps of her late mother who was a famous actress. Since her parents’ death, Jae-Yi has suffered from post traumatic stress disorder. Do-Jin and Jae-Yi meet again”

REVIEW

Drama ini menceritakan kisah cinta Na Moo dan Nak Won. Sudah sepantasnya seumur anak SMA merasakan dan mengharapkan cinta pertama yang indah, bukan? Namun, malam pembunuhan kedua orang tua Nak Won yang dilakukan langsung oleh ayah Na Moo yang seorang psikopat sudah merusak keindahan cinta masa remaja Na Moo dan Nak Won. Membuat keduanya sulit untuk saling mencintai tanpa mengusik luka yang ditorehkan oleh ayah Na-Moo, Yoon Hui-Jae.

Setelah tragedi traumatis itu, Yoon Hui-Jae di penjara karena membunuh sosok aktris terkenal, yaitu ibunya Nak Won. Sedangkan itu, Na Moo dan Nak Won menempuh kehidupan barunya sebagai Chae Do-Jin, seorang akademisi kepolisian yang berprestasi, dan Han Jae-Yi, seorang aktris pendatang baru. Dengan nama baru, mereka berharap dapat memulai kebahagiaan yang baru, namun masa lalu yang kelam itu rupanya belum lelah menghantui keduanya. Bahkan beberapa tahun kemudian, setelah Do-Jin menjadi seorang detektif, dan Jae-Yi menjadi aktris papan atas, masa lalu tersebut selalu menemukan jalannya kembali ke permukaan.

Bagi pembaca yang belum menonton drama ini, melihat sinopsis dan paragraf di atas, ku tebak kalian berpikir, “Kasihan ya... Pasti konfliknya berat... Pasti banyak nangisnya... Pasti membosankan...”. Ya, setelah menonton 20 episode, karakter Do-Jin dan Jae-Yi ini memang kasihan, mereka tidak bisa saling mencintai tanpa saling menyakiti. Do-Jin selalu merasa bersalah, dan Jae-Yi mengalami trauma. Selain itu, konfliknya memang tidak se-ringan drama romance biasa. Tapi, drama ini tidak membosankan.

Karakternya kuat!

Salah satu alasan kenapa aku menyukai drama ini adalah karakter-karakter yang digambarkan oleh para aktor dan aktris disini sangat kuat. Karakter-karakter protagonisnya, seperti Do-Jin, Jae-Yi, serta ibu dan adik perempuan Do-Jin digambarkan memang begitu penyabar dan menyedihkan, tetapi mereka tidak pantang menyerah. Sedangkan karakter antagonisnya digambarkan dengan begitu apik, sehingga mampu membuat penonton sangat membenci karakter tersebut.

Jangan menyangka bahwa karakter antagonis disini hanya ada Yoon Hui Jae. Toh, setelah malam pembunuhan itu, Yoon Hui Jae di hukum penjara seumur hidup. Dalam cerita ini, ada pula karakter seorang reporter, Park Hee Young, yang dapat membuat penonton benar-benar membenci eksistensi karakternya, dan membuat penonton memikirkan betapa kejam dan mengerikannya media saat ini yang dapat dimanipulasi sedemikian rupa hanya untuk memperoleh rating yang tinggi. Karakter Park Hee Young inilah yang kerap menimbulkan perkara dan membuka luka Do-Jin dan Jae-Yi.

Selain itu, ada beberapa karakter yang sejujurnya masih membuatku ragu, apakah mereka antagonis, atau protagonis? Khususnya adalah karakter kakak laki-laki Do-Jin, Yoon Hyun Moo, dan kakak laki-laki Jae-Yi, yaitu Gil Moo Won. Yoon Hyun Moo bukanlah karakter yang baik dari awal, bahkan dulunya ia adalah tukang bully yang kemudian di penjara karena Gil Moo Won, anak pindahan yang notabene adalah teman sekelasnya, melaporkannya kepada polisi. Yoon Hyun Moo sebenarnya terlihat seperti karakter yang menyedihkan. Ia seolah salah asuhan, dan beberapa kali aku merasa Hyun Moo sebenarnya menyayangi adik-adiknya, namun ia tak pandai menyampaikan perasaannya. Sama halnya dengan Moo Won yang menyayangi Jae-Yi meskipun keduanya bukan saudara kandung.

Konfliknya dalam! Tapi gak lebay!

Berbeda dari konflik kebanyakan drama week-day Korea yang biasanya sampai 120-an episode. Konflik drama ini memang dalam dan berat, namun tidak lebay yang baru bahagia sedikit, nangis lagi. Meskipun mengusung genre romance, kisah cintanya pun tidak bisa disandingkan dengan drama yang mengusung genre romance yang ringan. Relasi konflik serta hubungan setiap karakter di drama Come and Hug Me ini juga tergolong normal. Tidak terlihat seperti dibuat-buat. Semua mengalir begitu saja.

Permasalahan utama dalam kisah ini adalah mencari cara bagaimana membasmi reporter Park Hee Young, hahaha. Nggak deng, aku bercanda. Selain mengenai kisah cinta karakter-karakter utama kita, drama ini juga memiliki unsur misteri, dimana penonton dibuat penasaran dengan terulangnya kasus-kasus pembunuhan dengan palu, seperti yang dilakukan Yoon Hui-Jae di jaman dulu. Terlebih lagi, Han Jae-Yi sempat memperoleh kotak hadiah (yang katanya dari fans) berisi palu dengan darah korban yang dibunuh saat ini. Media, polisi, dan bahkan Do-Jin sendiri mencurigai Hyun-Moo sebagai tersangka utama, pasalnya, kakaknya baru saja keluar dari penjara yang sama dengan bapaknya, dan saat ini keberadaan Hyun-Moo masih tidak bisa terdeteksi. Mereka menduga bahwa Hyun-Moo melakukan teror pembunuhan itu sebagai wujud balas dendam atas nama bapaknya.

Apakah Hyun-Moo benar-benar melakukan teror pembunuhan itu? Atau ternyata ada orang lain lagi? Alasannya apa? Lalu kapan Park Hee Young musnah dari muka bumi ini? Apakah Do-Jin dan Jae-Yi bisa saling mencintai dengan tenang lagi? Aku tidak menyangka akan jatuh cinta dengan drama ber-genre mellodrama yang dipadukan dengan crime seperti ini. Biasanya aku menghindari film yang sedih-sedih karena gampang hanyut sama ceritanya.

Sedikit cerita, sebelumnya aku tidak tertarik menonton drama ini. Padahal poster drama ini seringkali muncul di laman situs web tempat biasa aku menonton/ mendownload drama korea, tapi nggak ada niatan sama sekali untuk buka, kepo, apalagi nonton drama itu. Pasalnya, dari posternya aja sudah kelihatan kalau drama ini mengandung unsur galau dan kesedihan yang berkepanjangan. Konfliknya pasti ribet, pikirku. Namun, ketika waktu kosong menyerang, sesuatu yang impossible pun menjadi possible. Menurut chingu yang sedang nonton drama ini gimana nih? Atau teman-teman yang belum nonton, menurut kalian review ini gimana nih? Apakah review ini mengandung terlalu banyak spoiler? haha.

Ah! Perihal soundtrack, pemilihan lagu setiap drama sejujurnya bagus-bagus, jadi aku no comment untuk OST kali ini. See you on next review!
0
Share
Postingan Lebih Baru Beranda

About Me

Welcome to my little corner! I’m Lia, someone who finds joy in stories, whether through novels, dramas, movies, or my own writings. With a Green Tea Latte in hand, I explore different narratives and share my thoughts here. Expect reviews, reflections, and a mix of personal musings. Most of my posts are in Bahasa Indonesia, but occasionally you’ll find entries in English or even a bit of Korean! Stay tuned, and let's dive into stories together!

Old Reviews

  • ►  2025 (1)
    • ►  Mei 2025 (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  September 2023 (2)
    • ►  Agustus 2023 (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  September 2022 (4)
    • ►  Juli 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (1)
  • ►  2021 (23)
    • ►  November 2021 (7)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (5)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (9)
  • ►  2020 (23)
    • ►  November 2020 (4)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (3)
    • ►  Juli 2020 (3)
    • ►  Juni 2020 (6)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (5)
  • ►  2019 (43)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  November 2019 (4)
    • ►  Oktober 2019 (5)
    • ►  September 2019 (5)
    • ►  Agustus 2019 (6)
    • ►  Juni 2019 (4)
    • ►  Mei 2019 (3)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (6)
    • ►  Februari 2019 (3)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ▼  2018 (8)
    • ►  November 2018 (2)
    • ►  Agustus 2018 (2)
    • ▼  Juli 2018 (4)
      • Ant-Man and The Wasp (2018) - Movie Review
      • Sabrina (2018) - Movie Review
      • Hereditary (2018) - Movie Review
      • Come and Hug Me (2018) - Drama Review

Cari Blog Ini

Youtube

Translate Here!

Iklan Sejenak

LINK

  • KOREA.NET INDONESIA
  • KOREA.NET ENGLISH
Copyright © 2015 GREENSHE REVIEWS

Created By ThemeXpose