Dear
readers,
Hampir sepuluh tahun aku menyebut diriku
sebagai fans K-POP. Dan sejak Februari 2019, aku mulai mempelajari bahasa Korea
di salah satu tempat les di Indonesia. Selama aku les, banyak hal yang aku
pelajari. Tak hanya mengenai arti dari lagu para oppa, atau arti dari omongan para ahjussi tampan di drama-drama yang sedang fenomenal. Tetapi di
tempat les, aku juga mempelajari sedikit tentang budaya dan sejarah Korea.
Indonesia
dan Korea itu mirip. Hari kemerdekaan kita hanya berbeda beberapa
hari saja, dan sama-sama merdeka setelah Jepang kalah karena mendapatkan
serangan dari Amerika di Perang Dunia II. Tetapi, walaupun memiliki sejarah
bersama Jepang yang serupa, menurutku perlakuan masyarakat Indonesia dan Korea
terhadap Jepang di masa sekarang ini berbeda, atau mungkin aku kurang menggali
informasi tentang sudut pandang orang Indonesia terhadap Jepang saat ini.
Sulitnya hidup di salah satu negara dengan populasi terbesar. Terlalu banyak
kepala.
Ini bukanlah pertama kalinya aku memiliki
pertanyaan yang tak tersampaikan seperti “Kenapa
masyarakat Korea benci Jepang?”. Nggak hanya sekali, tetapi beberapa kali
aku membaca artikel tentang hubungan Korea – Jepang yang memanas, entah dalam
perihal entertainmentnya maupun pemerintahannya.
Well, some
Indonesian also hates Japan, aku yakin itu. Bahkan aku ingat bahwa
Kakekku adalah salah satu orang yang pernah membenci Jepang. Tetapi awalnya,
aku mengira bahwa mereka hanya bersikap over
dramatis. I am truly sorry.. it was such
a stupid thought. But then, i
realized i know nothing. Karena sebelum ini, aku belum pernah melihatnya
melalui kacamata orang yang membenci negara tersebut.
For your information aja, Indonesia berada di bawah Jepang selama 3,5 tahun. Dan tidak sedikit masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa 3,5 tahun bersama Jepang adalah masa-masa yang sangat menyiksa, dibandingkan 3,5 abad bersama Belanda. Sedangkan Korea berada di bawah Jepang selama 35 tahun (correct me if i'm wrong ya).
Aku nggak akan banyak ngomongin sejarah, karena aku bukan ahlinya. Tetapi aku ingin memberi tahu bahwa ada beberapa film Korea yang didasarkan pada kisah nyata mengenai perlakukan military Jepang ketika masih menguasai Korea. Jadi, untuk kalian yang juga pernah bertanya-tanya kenapa kok orang Korea kayaknya anti banget sama Jepang, kalian bisa menjajal film-film di bawah ini.
Aku nggak akan banyak ngomongin sejarah, karena aku bukan ahlinya. Tetapi aku ingin memberi tahu bahwa ada beberapa film Korea yang didasarkan pada kisah nyata mengenai perlakukan military Jepang ketika masih menguasai Korea. Jadi, untuk kalian yang juga pernah bertanya-tanya kenapa kok orang Korea kayaknya anti banget sama Jepang, kalian bisa menjajal film-film di bawah ini.
3 Rekomendasi Film yang Menjawab ‘Why Korean hate Japan?’
1. Snowy Road (2015)
Menceritakan
tentang Jong-Boon (Kim Hyang Gi) dan Young-Ae (Kim Sae Ron) yang hidup di
sebuah desa di Korea, tetapi mereka hidup dengan latar belakang yang berbeda.
Jong-Book berasal dari keluarga yang miskin, tetapi dia adalah sosok yang ceria
dan berani. Sedangkan Young-Ae berasal dari keluarga kaya dan tumbuh sebagai
anak yang cerdas.
Suatu malam, Jong-Book diculik dan dibawa
pergi dengan kereta. Dia bertemu Young-Ae di dalam kereta. Young-Ae percaya
jika dirinya mengikuti kelompok belajar, maka ia berkesempatan untuk belajar di
Jepang, tetapi nyatanya ia telah ditipu. Kedua anak perempuan itu tidak tahu
bahwa kereta tersebut membawa mereka pada the
horrific reality of “comfort women”.
Apa itu comfort women? Itu adalah sebutan untuk Jugun Ianfu, istilah yang digunakan untuk wanita yang menjadi perbudakan seks selama Perang Dunia II di koloni Jepang dan wilayah perang. Terlalu panjang untuk dijelaskan, lebih baik kalian membaca langsung disini kalau masih penasaran.
Apakah hanya Korea yang menjadi korban Jugun Ianfu? Tidak. Di Indonesia pun ada, tetapi aku tidak tahu dengan pasti kenapa permasalahan tersebut di Indonesia tidak begitu terlihat. Dan sebaiknya kita jangan berspekulasi kalau tidak ada fakta berupa data, ya.
Apakah hanya Korea yang menjadi korban Jugun Ianfu? Tidak. Di Indonesia pun ada, tetapi aku tidak tahu dengan pasti kenapa permasalahan tersebut di Indonesia tidak begitu terlihat. Dan sebaiknya kita jangan berspekulasi kalau tidak ada fakta berupa data, ya.
2. Malmoe:The Secret Mission (2019)
Di
tahun 1940, ketika Korea masih di bawah jajahan Jepang. Masyarakat Korea
dilarang untuk berbicara menggunakan bahasa mereka sendiri, yakni bahasa Korea.
Semuanya harus menggunakan bahasa Jepang, begitupun dengan nama orang.
Pan-Soo (Yu Hae-Jin) sudah pernah masuk
penjara berkali-kali. Dia juga tidak tahu cara membaca maupun menulis bahasa
Korea. Suatu hari, ia mencuri tas Jung-Hwan (Yoon Kye Sang) untuk membayar
iuran sekolah anaknya. Jung-Hwan adalah anak dari keluarga Korea yang kaya raya
dan pro-Jepang. Tetapi, Jung-Hwan adalah representatif dari Korean Language Society, suatu
organisasi yang memperjuangkan bahasa Korea.
Pertemuannya dengan Jung-Hwan,
membuat kehidupan Pan-Soo berubah. Mereka bekerja sama untuk menerbitkan Kamus
Besar Bahasa Korea.
Apakah kalian terbayangkan untuk mengumpulkan berbagai guru / orang aseli dari setiap daerah di sepenjuru Indonesia hanya untuk mendiskusikan dan menentukan kata saya, inyong, koe, abdi, atau aing yang akan digunakan sebagai kata baku di Kamus Besar Bahasa Indonesia?
Walaupun tidak lebih besar dan luas dari Indonesia, dengan penjagaan ketat dari para tentara Jepang yang berusaha mengubur identitas negara Korea, yakni BAHASA-nya, membuat film ini benar-benar memiliki nilai perjuangan yang sangat menyentuh. Banyak orang (guru) yang mengorbankan dirinya untuk mempertahankan bahasa asli negaranya. Banyak orang terbunuh karena kekejaman rezim Jepang saat itu. Benar-benar membuatku memaklumi kenapa orang Korea sangat sakit hati dengan perlakuan Jepang.
3. I Can Speak (2017)
Park
Min-Jae (Lee Je Hoon) seorang civil servant,
ia dipindahkan ke distrik baru di Seoul. Dia adalah laki-laki muda yang
berprinsip dan rajin dalam pekerjaannya. Di kantor barunya, ia bertemu dengan
seorang nenek tua, Na Ok-Boon (Na Moon Hee) yang sangat sering melakukan
pengaduan / komplain terhadap hal sekecil apapun di lingkungannya, sehingga hal
tersebut dianggap menyebalkan oleh banyak orang.
Na Ok-Boon
ingin sekali belajar bahasa Inggris, ketika ia menyadari bahwa Park Min Jae
jago bahasa Inggrisnya, dia meminta Park Min Jae untuk mengajarinya sehingga ia
bisa berbicara dengan bahasa Inggris. Walaupun di mata orang-orang, nenek ini
sangat mengganggu, tetapi, ia memiliki alasan kenapa ia ingin bisa berbicara
bahasa Inggris.
Issue sosial yang dibahas dalam film ini masih sama dengan film Snowy Road, yakni mengenai kehidupan korban comfort women atau jugun ianfu yang masih hidup di Korea. Ada yang memutuskan untuk bersembunyi dan tidak berbicara mengenai peristiwa menyakitkan yang dialaminya saat itu, dan juga ada yang memutuskan untuk berbicara.
Review?
Kalau kalian bertanya mengenai bintang, aku akan memberikan 5 bintang. Karena mereka mampu menggambarkan penderitaan dan kekejaman yang terjadi di masa itu dengan sangat jelas. Film-film ini juga mampu menyentuh perasaan dengan nilai-nilai persahabatan, perjuangan, dan kekeluargaan yang mereka tunjukkan.
Tak selalu disajikan dengan suasana yang berat dan mencekam, unsur komedi di film Malmoe dan I Can Speak sangat banyak, sehingga bisa menghibur kamu tatkala kamu hendak menitihkan air mata di momen-momen yang menyedihkan. Kedua film itu memang tidak bisa membiarkan penonton bersedih!