Pages

Goodreads Wattpad FB Page Instagram 1 Instagram 2 Twitter Youtube
GREENSHE REVIEWS
  • Home
  • Drama Reviews
  • Movie Reviews
  • Book Reviews
  • Journal
Halo, hari ini aku akan mereview sebuah buku yang menceritakan ulang kisah Mahabharata yang dipadukan dengan dunia modern.



Judul: Aru Shah and The Song of Death
Penulis: Roshani Chokshi
Halaman: 381
Penerbit: Disney Hyperion
Bahasa: Inggris
ISBN: 9781368013840

Dalam buku berseri ini, Roshani Chokshi si penulis bercerita mengenai seorang anak perempuan berusia 12 tahun, Aru Shah, yang harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya adalah seorang Pandawa, salah satu reinkarnasi tokoh protagonis dalam kisah Mahabharata. Cerita ini memadukan legenda mitologi Hindu dan dunia modern.

Singkatnya, di buku pertama yang berjudul Aru Shah and The End of Time, Aru Shah yang masih berusia 12 tahun berbuat kesalahan dengan tidak sengaja melepas The Sleeper, iblis jahat yang bertugas membangkitkan Dewa Kehancuran dari barang antik di museum ibunya. Kemudian ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa dia adalah seorang Pandawa, reinkarnasi sosok Arjuna, titisan tidak secara langsung Dewa Indra. Dan pada akhirnya ia harus berjuang mencegah The Sleeper untuk mengakhiri dunia bersama dengan saudari ‘sejiwa’ yang bahkan baru dikenalnya, Mini, reinkarnasi Yudhistira. 

Di buku kedua, The Otherworld diserang oleh pasukan zombie. Panah dan busur milik Kamadewa si Dewa Cinta hilang dicuri. Dan parahnya, Aru Shah dituduh sebagai pencurinya. Dan jika Aru tidak bisa menemukan panah dan busur tersebut sebelum bulan purnama, ia akan dipecat sebagai Pandawa dan harus meninggalkan The Otherworld. Akhirnya Aru yang tak ingin berpisah dari kehidupan lainnya itu, lagi-lagi harus menjalankan misi bersama Mini. Tetapi di buku kedua ini, Aru dan Mini akan ditemani dua karakter baru, yakni Brynne, reinkarnasi Bhima titisan Dewa Angin, dan Aiden, tetangga Aru di seberang jalan yang menyimpan banyak rahasia. 

Karena aku tidak pernah mereview buku pertama disini, jadi aku akan mengungkit reviewku untuk kedua buku ini.


Review

Mari kita mulai dari desain cover. Baik buku pertama dan buku kedua seri ini memiliki cover yang cantik dan menggunakan warna kalem yang menenangkan. Ditambah ilustrasi yang lucu-lucu, buku ini sudah bisa menarik mataku dalam sekali lihat.

***

Kedua buku ini yang memiliki jumlah halaman 355 dan 381 memiliki jalan cerita yang menarik. Penulis bisa membawa pembaca (aku) untuk masuk ke dalam petualangan seolah aku sedang bertualang bersama Aru dan kawan-kawan.

Di buku pertama, Aru harus menjalankan misinya selama 9 hari. Tetapi karena jalannya waktu dunia nyata dan The Otherworld berbeda, membuatku sempat bosan dan terjebak dalam reading slump untuk beberapa minggu. Agak sedikit lama untuk mencapai klimaks. Tetapi ketika Aru dan Mini sudah memasuki The Kingdom of The Death, ceritanya jadi semakin menarik dan berjalan begitu cepat, membuatku tidak rela buku ini berakhir. 

Sedangkan di buku kedua, aku masih agak sedikit dibikin bosan dengan perbedaan waktu antara dunia nyata dan The Otherworld. Pasalnya ketika Aru dan kawan-kawan memiliki deadline 10 hari untuk mengembalikan busur dan panah Kamadewa, tetapi karena ada perbedaan waktu, perjalanan Aru dan kawan-kawan jadi melambat dan membuatku merasa sangat lama mencapai klimaksnya. Tetapi penambahan karakter dan interaksi antara para Pandawa sangat lucu dan menghibur.

Bagaimana penulis mengakhiri cerita pada buku pertama dan melanjutkannya di buku kedua sangatlah menarik.  Mungkin jika kalian membaca kedua buku ini dengan rentang waktu yang jauh, mungkin kalian akan sedikit kebingungan dan harus mengintip lagi chapter terakhir di buku sebelumnya. Tapi kalau kalian membaca kedua buku ini bergantian tanpa jeda, mungkin akan jauh lebih menarik.

***

Berbicara mengenai karakter. Karakter favoritku di buku pertama adalah Boo, seorang dewa minor seperti Hannuman, bernama “Subala” yang pernah melakukan kesalahan sehingga ia ditugaskan untuk melatih para Pandawa. Alih-alih memiliki bentuk seukuran manusia, karakter Boo digambarkan sebagai seekor burung merpati. Ia bukanlah karakter yang mengucapkan isi hatinya begitu saja. Sifat dan sikapnya membuatnya sangat menggemaskan.

Sayangnya, di buku kedua, Boo tidak ikut dalam menjalankan misi bersama Aru dan kawan-kawan. Ia harus dijauhkan dari Aru dan lainnya karena dicurigai telah berkomplot dengan pencuri busur panah Kamadewa. Sebagai fans Boo, aku sangat senang ketika ia bebas dan menampakkan diri di beberapa chapter terakhir.

Boo landed on Aru’s hair and immediately pecked her. “You look pale! You have to take vitamin D! Pandawas always take Vitamin D. And what is this scratch on your arm? Who scratched you? And what took you so long?”

Boo mendarat di rambut Aru dan langsung mematuknya. “Kau keliatan pucat! Kau harus minum vitamin D! Pandawa selalu minum vitamin D. Dan cakaran apaan ini di tanganmu? Siapa yang mencakarmu? Dan kenapa lama sekali?”

Itu adalah reaksi Boo ketika dirinya akhirnya bebas dan menemui para Pandawa. Membaca kalimat itu membuatku sangat senang, karena aku juga sangaaaat merindukan Boo. Kalimat itu juga menunjukkan betapa pedulinya Boo dengan Aru dan Pandawa lainnya. Walau ia juga galak, dan ribet, tapi aku sangat suka karakter yang peduli seperti Boo, huhu.

Bagaimana dengan karakter utama aka para Pandawa? Sejujurnya aku tidak memfavoritkan salah satu dari mereka secara khusus. Tetapi aku sangat suka interaksi antara Aru yang masih perlu banyak belajar, Mini yang sangat higienis, Brynne yang sangat kuat dan doyan makan dan hobi masak, beserta Aiden, satu satunya laki-laki dalam tim ini yang selalu membawa kamera kemana-mana. Haah... Aku tidak sabar menanti kehadiran pandawa lainnya di buku ketiga, Aru Shah and The Tree of Wishes.

***

Bahasa Inggris bukanlah bahasa ibuku. Tetapi mungkin karena buku ini adalah buku middle grade fantasy jadi menurutku bahasa Inggrisnya masih mudah dipahami. Buku pertama dan buku kedua meninggalkan kesan yang tak jauh berbeda, aku sama-sama menyukai kedua karya ini.


Overall Review

☆☆☆☆

4 bintang.

 

Untuk kamu yang menyukai novel Percy Jackson dan karya Rick Riordan lainnya seperti aku, mungkin kalian akan menyukai buku ini. Terlebih, buku ini adalah buku pertama dari imprint Rick Riordan. Buku ini juga sepertinya akan cocok untuk kamu yang tertarik dengan cerita tentang mitologi Hindu.

Oh ya, omong-omong, buku ketiga Aru Shah and The Tree of Wishes sudah terbit tahun 2020 ini. Sedangkan buku terakhir seri Pandawa Quartet ini akan terbit tahun depan, 2021.


0
Share

Halo, pada postingan kali ini, aku akan memberikan kesanku aka secuil reviewku mengenai buku novel berjudul Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982 yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Aku membaca ini melalui e-book resmi yang di Google Play Books.

Kurang lebih membutuhkan 3 hari untukku menyelesaikan buku yang memiliki jumlah halaman yang tergolong sedikit ini, yakni 192 halaman. Cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan kecepatan membaca buku fantasiku. Selain karena halaman yang sedikit, konflik yang dibahas dalam buku ini sangat dekat, jadi lebih mudah mengimajinasikan apa yang terjadi.

Review

Pertama-tama, buku ini aku baca karena dorongan trend di kalangan para pecinta buku yang saat ini banyak yang baca Kim Ji-Yeong. Filmnya pun sudah heboh beberapa waktu lalu. Dan pada dasarnya, genre cerita ini bukanlah seleraku, jadi agak lama untuk memulainya saat itu.

Buku ini menceritakan tentang Kim Ji-Yeong, seorang wanita yang lahir di tahun 1982, dan hidup di lingkungan yang memiliki nilai patriarki yang kental. Aku menyukai bagaimana penulis menyematkan tahun 1982 sebagai judul, karena situasi yang diceritakan dalam buku ini terjadi dalam rentang waktu 1982-2016. 

Kemalangan Kim Ji-Yeong tercipta dari lingkungan hidupnya yang mempraktikan sistem patriarki yang begitu kental. Ia harus berjuang melawan ketidakadilan.... sendiri. Sebenarnya dia tidak sendiri, tapi karakternya membuatnya seolah sendiri.

Harapanku sebelum membaca buku ini adalah aku harap bisa relate dan menyelami karakter Kim Ji-Yeong sehingga aku bisa menangis dengan perjuangannya melawan diskriminasi gender yang dialaminya. Tetapi setelah membacanya, harapanku pupus.

Plot

Cerita diawali dengan prolog yang menarik, membuatku bertanya-tanya apa yang terjadi pada Kim Ji-Yeong sehingga ia bisa seperti itu. Kemudian cerita dilanjutkan dengan flashback perjalanan hidup Kim Ji-Yeong dari lahir sampai menikah yang membuat beberapa pembaca mungkin akhirnya mampu memahami situasinya yang tertekan. 

Namun, aku menyayangkan progress cerita yang terkesan datar. Aku merasa semakin ke belakang, ceritanya tidak memberikan klimaks dan hanya menunjukkan kemalangan hidup Kim Ji-Yeong sebagai korban dalam sistem patriarki. 

Cerita juga disampaikan dengan narasi oleh sudut pandang orang ketiga. Baru kemudian di beberapa halaman terakhir, sudut pandang berubah menjadi sudut pandang orang pertama.

Hal tersebut membuatku kurang bisa merasa bahwa karakter Ji-Young ini adalah aku. Dan aku juga kesulitan menangkap apa yang sebenarnya ingin penulis sampaikan melalui buku ini. 

Cerita dalam buku ini tidak memiliki akhir yang saklek. Open ending pun tidak. Buku ini meninggalkan tanda tanya, dan pembaca lah yang harus menjawabnya sendiri.

Karakter

Alih-alih digambarkan sebagai karakter yang aktif dalam melawan ketidakadilan yang dirasakannya, Kim Ji-Yeong lebih memilih diam dan pasif ketika orang-orang berlaku tidak adil padanya. Tetapi malah orang-orang di sekelilingnya yang terkesan lebih kuat dan aktif.

Sulit merasakan emosi Ji-Yeong ketika dirinya tak banyak melawan, dan cenderung memendam. Ada beberapa hal yang membuatku mengangguk setuju, tetapi lebih banyak keputusan Ji-Yeong yang membuatku frustasi. Bukan frustasi sama lingkungannya, tetapi frustasi dengan bagaimana Ji-Yeong menghadapi itu semua.

Realitanya, dunia memang sudah tidak waras. Yang sebenarnya ingin aku lihat bukan lah sosok yang menunjukkan bahwa wanita adalah korban. Tetapi bagaimana cara untuk stay sane in this insane world, cara untuk bertahan dan menjadi kuat walaupun kita tertindas. 

Bisa dikatakan karakter Ji-Yeong bukanlah tipeku, sehingga aku agak sulit relate. Walau adakalanya Ji-Yeong mengingatkanku pada ibuku, nenekku, bahkan aku, tetapi karena perjuangannya sangat berbeda, jadi efek merasanya hanya sebentar saja. 

Karakter ibu Ji-Yeong mungkin adalah karakter yang ‘agak’ aku suka. Begitupula dengan ibu-ibu yang membantu Ji-Yeong di halte bus. Ibu Ji-Yeong digambarkan sebagai sosok yang kuat di tengah sistem patriarki ini. Dan ibu-ibu di halte bus itu juga merupakan sosok yang positif menghadapi hidup.

“Ada lebih banyak lagi pria baik di dunia ini,” halaman 66.

Hubungan antara Kim Ji-Yeong dan suaminya juga hanya diceritakan ketika sedang dingin-dinginnya. Padahal aku penasaran alasan kenapa Ji-Young memilih untuk menikahi Dae-Hyeon. Hubungan mereka ketika lagi hangat-hangatnya, dan sebagainya. Sayangnya, cerita ini tidak membangun kisah hangat seperti itu. Isinya 98% duka sebagai seorang wanita yang tidak speak up. Padahal banyak hal yang bisa disyukuri.

Banyak yang sudah menonton filmnya dan banyak yang mengatakan bahwa mereka lebih menyukai ending dalam film. Aku belum menonton filmnya, tetapi respon teman-temanku yang mengatakan akhir di film lebih bagus, membuatku ingin menontonnya.

Overall Review

☆☆☆
3 bintang.

Sejujurnya tidak banyak hal yang aku sukai dalam buku ini. Plot yang terkesan datar ini tidak meninggalkan kesan mendalam, tetapi aku menghargai informasi-informasi yang disematkan dalam footnote yang secara tidak langsung menggambarkan seberapa besar diskriminasi gender terjadi di Korea Selatan. 

Lalu, karakter yang aku harapkan bisa menjadi sosok yang kuat, ternyata terlalu pemendam dan membuatnya jadi sulit di mengerti. Walau tidak sampai pada tahap meresap banget, tetapi ada kalanya sosok Kim Ji-Yeong ini mengingatkanku pada ibuku si bungsu dari 4 saudara dengan 3 saudara laki-laki, pada nenekku yang as long as i knew berumah tangga dengan sosok yang sangat dominan dan keras, adik-adikku, dan juga diriku.

Jadi... 3 bintang.

0
Share

 

It's Okay To Not Be Okay (2020)

Halo teman-teman, bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga baik-baik saja ya. Hari ini aku akan mereview drama Korea hits yang belum lama tamat, yakni It’s Okat Not To Be Okay.

Judul: It’s Okay Not To Be Okay / 사이코지만 괜찮아 / Psycho, But It’s Okay
Episode: 16
Direktor: Park Shin Woo
Writer: Jo-Yong
Pemeran: Kim Soo Hyun, Seo Yea Ji, Oh Jung Se, dll

Drama ini mengangkat isu kesehatan mental sebagai dasar ceritanya. Menceritakan Moon Gang Tae (Kim Soo-Hyun) yang bekerja sebagai perawat di rumah sakit jiwa. Di luar jam kerjanya, ia juga memiliki seorang kakak yang memiliki keterbelakangan mental, Sang Tae (Oh Jung Se). Setelah kematian ibunya, Gang Tae dan Sang Tae harus hidup dengan terus melarikan diri dari masa lalunya.

Di samping itu, Go Moon Young (Seo Yea-Ji) adalah penulis cerita anak yang terkenal. Sikapnya kasar dan bertindak semaunya. Pertemuannya dengan Gang Tae menciptakan cerita yang menghangatkan dan penuh kejutan.

Review 

Plot

Awalnya aku ragu untuk menonton drama ini. Isu kesehatan mental yang diangkatnya membuatku berpikir bahwa drama ini akan membosankan dan terlalu mellow. Tetapi setelah mencoba menontonnya, aku berbicara pada adikku, “Ceritanya adem ya”. Dan adikku berkata, “Iya, ini kan drama healing”.

Walau membahas mengenai kesehatan mental yang agak berat, tetapi plot dikemas dengan baik. Banyak hal-hal lucu yang membuat drama ini tidak membosankan dan cenderung menyejukkan perasaan. Karakter Go Moon Young disini adalah penulis cerita anak, dan nuansa yang diberikan dalam cerita ini cenderung seperti dark fairy tale. Dark bukan berarti filmnya berat banget. Dark disini memiliki maksud bahwa drama ini memiliki nilai tersirat yang tak se-ringan penyampaiannya.

Selama berjalannya cerita, penonton juga disuguhi beberapa twist yang cukup mencengangkan. Seperti bagaimana masa lalu Go Moon Young, dan bagaimana masa lalu Gang Tae serta Sang Tae yang mengharuskan mereka hidup berlari dan bersembunyi dari sesuatu yang sebenarnya belum tampak.

Karakter

Setiap karakter disini memiliki sifat dan sikap yang berbeda. Gang Tae yang cenderung menahan segala emosinya, Moon Young yang cenderung meledak-ledak, serta Sang Tae yang tak tertebak. Hal yang sangat membuatku kagum dengan karakter disini adalah chemistry setiap karakter tuh sangat mantap.

Aku sangat salut dengan acting Seo Yea Ji yang membuat Go Mun Young menjadi dirinya. Begitu juga dengan Kim Soo Hyun dan Oh Jung Se yang memerankan Gang Tae dan Sang Tae hingga membuatku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau karakter-karakter tersebut diperankan oleh orang lain.

Karakter pendukung drama ini juga memiliki karakter yang unik-unik. Dan aku suka karakter para pasien dan suster di rumah sakit jiwa OK.

Setting

Kalau kalian sudah menonton drama ini, bagian stop motion yang ada di awal episode adalah bagian favoritku. Boneka karakter Gang Tae dan Moon Young sangat unik dan lucu, hingga membuatku sangat ingin memiliki funko seperti itu. Terlebih cara mereka melakukan produksinya benar-benar bagus! Membuatku semakin kagum dengan drama ini.

Lalu, tak jarang juga efek CGI diperlihatkan di drama ini, khususnya adalah rusa dan rumah Go Mun Young. Ini keren banget sih. Aku sering menonton video behind the scene drama ini dan most of it are mind-blowing.

Tim produksi juga menunjukkan dedikasi mereka yang sangat tinggi melalui pakaian setiap karakter yang memang dirancang khusus sesuai dengan kepribadian karakter-karakter drama ini.

Selain itu, drama ini juga memiliki banyak icon-icon yang khas dan menarik, seperti buku cerita anak Go Mun Young, boneka Mang Tae, dan lain sebagainya. Hal-hal ini membuat drama ini benar-benar berbeda dari drama-drama yang sudah ada.

Overall Review

☆☆☆☆☆

5 bintang.

Perpaduan antara plot, acting, dan setting yang sangat sempurna. Sangat menghibur dan banyak nilai yang bisa penonton ambil dari drama ini. Drama ini bukan drama yang digunakan untuk berdebat, tetapi drama ini harus direnungkan. Kalian yang tertarik menontonnya, bisa menonton ini di Netflix. :)


0
Share
Blacklist Cover

Halo teman-teman, hari ini aku kembali dan akan memberikan review mengenai drama Thailand yang tayang bulan Oktober tahun lalu, Blacklist.

Judul: Blacklist
Episode: 12
Direktor: Dan Worrawech Danuwong
Pemeran: Nanon Korapat, Chimon Wachirawit, Ohm Pawat, Drake Sattabut, First Kanaphan, Frank Thanatsaran, Prim Chanikarn, Love Pattranite, View Benyapa, Prigkhing Sureeyaret, Ploy Patchatorn, Ploy Kanyarat, dan lain lain.

Drama ini menceritakan tentang Traffic, seorang siswa yang berhasil masuk ke SMA Akeanan, sekolah yang memiliki citra yang sangat bagus dalam berbagai aspek, sekolah favorit gitu. Anak biasa masuk ke SMA favorit seharusnya mengutamakan belajar dan prestasi. Namun tidak dengan Traffic. Dia masuk ke SMA tersebut dengan satu tujuan utama, yakni mencari kakak perempuannya yang tiba-tiba menghilang di sekolah tersebut, namun tak sekalipun sekolah tersebut menggubris hilangnya kakak perempuan Traffic.

Selagi mencari keberadaan kakaknya, Traffic menemukan bahwa sekolah tersebut menyimpan rahasia yang lebih besar dari yang ia pikirkan.

Review

Plot

Setelah cukup lama menyelami dunia drama, menurutku drama dengan tema sekolah memiliki daya tarik khusus, sehingga banyak disenangi oleh para penikmat drama baik kalangan usia remaja dan dewasa. Biasanya, konflik yang diangkat dalam drama bertema sekolahan cenderung relatable dengan problematika atau struggle yang dihadapi anak sekolah seperti dalam hal pembelajaran dan hubungan sosial dengan teman sebaya. Lalu, dengan berhiaskan bintang-bintang muda yang menimbulkan kesan fresh dan anak muda banget biasanya akan membuat penonton betah menonton drama tersebut.

Tapi, walaupun drama Blacklist ini dibintangi oleh aktor-aktris muda yang menarik, menurutku plot ceritanya terlalu rumit untuk latar belakang karakter yang masih seusia anak SMA. 

If i was younger, mungkin aku akan mengatakan ceritanya sangat menarik, soalnya karakter utamanya tuh anak SMA. Tetapi, karena mungkin aku sudah agak tua, jadi ketika menontonnya terkesan sangat unrealistik. Terlebih peran guru disini sebagai orang dewasa tuh kurang bagus. Satu sekolah hanya memiliki 3 figur guru yang menurutku karakternya tidak tegas dan bukan guru banget. 

Drama ini mengambil genre crimes, misteri, dan romansa. Konflik tentang crime yang diangkat dalam drama ini adalah penyalahgunaan obat terlarang, senjata berbahaya, dan organisasi ilegal serta tentang mafia gitu. Yang membuatku merasa cerita ini terlalu unrealistik adalah semua unsur crime tersebut dilakoni oleh anak SMA yang menurutku terlalu rumit dan terlalu besar untuk seusia mereka yang seharusnya mengalami konflik yang lebih wajar. 

Penonton juga disuguhi genre romance yang juga menurutku adalah perpaduan yang kurang pas dengan crimes dalam drama ini. Di tengah-tengah situasi serius, tiba-tiba disuguhi adegan yang seharusnya.... romantis, jadi terkesan terlalu drama, dan memang agak awkward untuk seusia SMA. 

Masa sekolah seharusnya menjadi masa-masa yang menyenangkan dan lovey dovey gemas-gemas gitu, tapi secara keseluruhan plot drama ini agak kurang pas untukku.

Karakter

Genre crimes yang diangkat dalam drama ini mungkin membuat drama ini terkesan memusingkan, tapi tetap saja aku merasa terhibur ketika menontonnya, karena karakter para aktor yang memiliki trait kepribadian yang berbeda. Nama-nama karakternya pun sangat menghibur, seperti Traffic, Highlight, Carrot (Wortel), Melon, Orange (Jeruk), Bacon, Cupcake, dan lain-lain. Aku mengagumi si penulis ketika memiliki nama-nama mereka, simpel dan walau awalnya terkesan aneh, tapi itu jadi hiburan tersendiri untukku, haha. 

Chemistry karakter dalam drama ini pun aku suka. Aktor-aktor yang berperan sebagai siswa satu geng disini memiliki chemistry yang bagus banget. Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh para aktor dan aktris drama ini berada di bawah naungan agensi yang sama, jadi chemistry nya nggak perlu diragukan lagi karena mereka memang aslinya sudah saling mengenal dan berteman. 

Setting

Aku tidak memiliki penilaian khusus mengenai location dan pengambilan suatu adegannya, karena aku menikmati ketika menonton. Tetapi satu hal yang agak sedikit mengganggu untukku adalah penataan dan transisi adegan serta musik menegangkan ke romantis. 

Musiknya sendiri sebenarnya enak, hanya saja penataan dan transisi adegan dan musik yang kurang oke membuat emosi yang ada dalam satu adegan tuh aneh. Contohnya ketika sedang adegan menegangkan, musiknya menegangkan nih, tapi ketika di dalam adegan menegangkan tersebut ada romance yang menelusup, tiba-tiba musik romantis muncul, dan menurutku membuat mood jadi drop gitu.

Overall Review

☆☆☆

3/5 bintang

 

Walaupun penataan musik dan beberapa adegan di drama ini kadang mengganggu, aku menikmati drama ini. Aktor dan aktrisnya membuatku betah menonton. Lalu chemistry mereka pun menghibur banget. Hubungan pertemanan mereka lucu. Konfliknya walau menurutku berat untuk usia SMA, tapi untukku terkesan agak baru, jadi aku menghargai plot ini.

Note.
Kalian yang tertarik menontonnya, bisa tonton di channel resminya di Youtube.
Adegan favoritku adalah episode 7 part 1/4 menit ke 4:50. Kalian tidak perlu memahaminya, haha.


0
Share
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

About Me

Welcome to my little corner! I’m Lia, someone who finds joy in stories, whether through novels, dramas, movies, or my own writings. With a Green Tea Latte in hand, I explore different narratives and share my thoughts here. Expect reviews, reflections, and a mix of personal musings. Most of my posts are in Bahasa Indonesia, but occasionally you’ll find entries in English or even a bit of Korean! Stay tuned, and let's dive into stories together!

Old Reviews

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  Mei 2025 (1)
      • Life updates! As if anyone wants to be updated.
  • ►  2023 (3)
    • ►  September 2023 (2)
    • ►  Agustus 2023 (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  September 2022 (4)
    • ►  Juli 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (1)
  • ►  2021 (23)
    • ►  November 2021 (7)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (5)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (9)
  • ►  2020 (23)
    • ►  November 2020 (4)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (3)
    • ►  Juli 2020 (3)
    • ►  Juni 2020 (6)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (5)
  • ►  2019 (43)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  November 2019 (4)
    • ►  Oktober 2019 (5)
    • ►  September 2019 (5)
    • ►  Agustus 2019 (6)
    • ►  Juni 2019 (4)
    • ►  Mei 2019 (3)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (6)
    • ►  Februari 2019 (3)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November 2018 (2)
    • ►  Agustus 2018 (2)
    • ►  Juli 2018 (4)

Cari Blog Ini

Youtube

Translate Here!

Iklan Sejenak

LINK

  • KOREA.NET INDONESIA
  • KOREA.NET ENGLISH
Copyright © 2015 GREENSHE REVIEWS

Created By ThemeXpose