Pages

Goodreads Wattpad FB Page Instagram 1 Instagram 2 Twitter Youtube
GREENSHE REVIEWS
  • Home
  • Drama Reviews
  • Movie Reviews
  • Book Reviews
  • Journal
Eleanor & Park by Rainbow Rowell
Photo by Greenshe

Eleanor & Park adalah buku kedua dari penulis Rainbow Rowell yang aku baca setelah buku Fangirl. Buku ini aku beli di Big Bad Wolf 2020 yang tak sempat aku kunjungi, sehingga hanya bisa memesan melalui jasa titip. Awalnya tidak tertarik untuk membeli, pasalnya aku lebih prefer untuk membeli buku cerita fantasi dibandingkan romansa. Tetapi karena buku ini cukup diminati oleh para pembaca, jadi aku sedikit tergugah untuk membelinya. Dan nyatanya, setelah membacanya, aku jatuh cinta.

Sinopsis

Buku ini menceritakan tentang kisah cinta sepasang remaja berusia 17 tahun. Eleanor, cewek berambut merah terang yang memiliki keluarga yang broken-home, dan Park, cowok American-Korean yang selalu berusaha untuk menjadi invisible di antara teman-temannya.

REVIEW

Plot

Cerita dimulai ketika Eleanor pindah ke sekolah yang baru. Di dalam bus sekolah, Eleanor bertemu dengan Park dan duduk di sebelahnya. Pertemuan awal mereka tidak begitu baik, keduanya menyibukan diri masing-masing. Beberapa waktu berlalu, ketika Park membaca sebuah komik, ia tahu bahwa diam-diam Eleanor ikut membaca dari sampingnya, sejak saat itu, keduanya mulai mencoba berkomunikasi.

Plot dan alurnya disusun secara baik. Banyak adegan menggemaskan ala remaja antara Eleanor dan Park. Secara pribadi, aku lebih suka ‘masa pendekatan’ mereka. Tetapi bukan berarti aku tidak menyukai ketika mereka sudah jadian, hanya saja, lebih terkesan lucu dan menggemaskan. Memang benar, buku ini membuatku teringat tentang bagaimana rasanya jatuh cinta ketika remaja.

Aku suka bagaimana Rainbow Rowell mengakhiri cerita. Normalnya, kisah cinta anak remaja takkan memiliki akhir yang mutlak, apapun yang mereka alami, semuanya adalah permulaan. Tetapi penulis yang memberikan open ending mengenai Eleanor dan Park sudah membuatku sangat puas.

Karakter

Aku suka hampir semua karakter yang muncul dalam buku ini. Selain karakter Eleanor & Park yang remajaaa banget, aku sangat suka dengan karakter anggota keluarga Park.

Keluarga Park yang diceritakan memiliki darah Korea memiliki karakter yang cukup Asia, khususnya bawelnya Min-Dae (Mindy), ibunya Park. Keluarga Park dalam memperlakukan Eleanor sangat baik, lucu dan menghangatkan hati. Bapaknya Park juga sangat baik dengan Eleanor. Dan konflik-konflik kecil dalam keluarga Park dan bagaimana mereka menyelesaikan itu semua terkesan realistik dan natural. Pokoknya, keluarga Park menunjukkan bahwa nggak semua laki-laki itu jahat.

Sedangkan Eleanor yang memiliki keluarga broken-home harus tinggal bersama ibu, saudara-saudaranya, dan juga Richie, ayah tirinya. Richie cenderung digambarkan sebagai karakter ayah tiri yang jahat, walau ada saat-saat dimana ia terkesan baik pada anak-anak tirinya. Tetapi hal terakhir yang dilakukannya pada Eleanor cukup membuktikan bahwa dia memang tidak baik.

My Favorite Lines

“Eleanor was right. She never looked nice. She looked like art, and art wasn’t supposed to look nice; it was supposed to make you feel something” – page 168.
'Eleanor benar. Dia tidak pernah terlihat cantik. Dia terlihat seperti karya seni, dan karya seni tidak seharusnya terlihat cantik; karya seni seharusnya membuatmu merasakan sesuatu.'

My Not-So-Important Questions

Sebenarnya ini tidak penting, hanya saja sebagai seseorang yang menyukai Korea sudah lama, ada beberapa pertanyaan yang melesat di kepalaku dan membuatku agak ingin tahu, haha.
Apakah 'Park' adalah nama asli, atau hanya semacam nama marga aka surnames?
Kalau 'Park' adalah nama marga, maka siapa nama asli Park?
Kalau 'Park' adalah nama aslinya, maka apa marga ibunya Park?

Overall Review

☆☆☆☆☆
5/5 stars


This book is sooooo cute. Dan aku bersyukur membeli cover yang ini. Warna biru itu sangat menenangkan, haha. Aku sangat menyukai keseluruhan cerita, benar-benar bisa mengingatkanku dengan rasanya jatuh cinta. Walau pas awal membaca, aku mengalami sedikit kebosanan karena plot yang agak lambat. Tapi tetap 5 bintang untuk buku ini. Endingnya juga the best banget gemasnya. Memuaskan sekali. 

Kalau kamu pernah baca buku Fangirl-nya Rainbow Rowell dan belum pernah baca buku ini, kamu mungkin akan suka buku ini. Kisah cinta remaja yang nggak menye dan terkesan natural!
0
Share
Call From An Angle by Guillame Musso
Photo by Greenshe

Halo, hari ini aku akan mereview buku yang berjudul Call From An Angel karya Guillame Musso. Buku ini adalah novel yang diterjemahkan oleh Penerbit Spring. Aku membeli buku ini 3 tahun lalu karena buku ini memiliki premis yang sangat menarik tentang bagaimana takdir mempertemukan dua orang yang tadinya tidak saling mengenal hanya karena handphone yang tertukar.

Sinopsis

Buku ini menceritakan tentang Madeline dan Jonathan yang tidak sengaja bertemu di sebuah bandara dan handphone-nya tertukar. Seperti yang kalian tahu, telepon genggam sekarang ini sudah kayak e-diary, banyak data pribadi yang tersimpan dalam satu benda. Nah, di ponsel masing-masing, mereka menemukan sebuah rahasia yang bisa mengancam nyawa mereka.

Review

Plot

Cerita berawal ketika ponsel Madeline, seorang florist di Paris, dan Jonathan, seorang chef di San Fransisco tertukar ketika keduanya sedang berada di suatu bandara internasional, aku lupa tepatnya bandara apa, New York, mungkin. Dan setelah menyadari ponsel mereka tertukar, mereka yang tadinya hendak mengirim ponsel masing-masing melalui pos, timbul lah rasa tak percaya yang membuat mereka ragu dan membuat mereka akhirnya menjelajahi isi ponsel masing-masing.

Kekepoan mereka akhirnya membuka kembali kasus yang hampir terlupakan. Sebuah kasus penculikan yang melibatkan keduanya. Bagaimana mereka terlibat? Semuanya ada dalam buku, haha.
Awalnya kupikir buku ini sejenis buku misteri yang ringan. Pasalnya, blurb di belakang buku membuatku yakin bahwa buku ini bertemakan misteri, sedangkan cover buku yang berwarna putih membuatku yakin bahwa buku ini juga mencakup romance.

Alur berjalan lambat, tetapi semakin ke belakang semakin intense dan gelap. Walaupun harus ku akui, buku ini tidak mengandung plot twist yang twisty, beberapa kali aku merasa bahwa penulis ingin memberikan plot twist dengan ‘kebetulan-kebetulan’ yang disematkan penulis dalam ceritanya.

Secara pribadi aku nggak suka perpaduan romance, crime atau misteri dengan mafia. Rasanya berat, memusingkan, terkesan dark dan trope-nya kurang luas. Dan terlebih di buku ini banyak ‘kebetulan-kebetulan’ dan ‘kematian palsu’ yang membuatku, seorang pembaca, kehilangan simpati dengan karakter-karakter disana. Apa kalian terbayang ketika kalian sudah sedih karena karakter tertentu harus mati, eh ternyata dia masih hidup? Dibandingkan merasa senang, aku lebih merasa tertipu.

Walaupun begitu, aku nggak memungkiri bahwa buku ini juga menghiburku, khususnya quotes pada setiap bab.


'Kita selalu punya pilihan. Kita sendiri adalah sekumpulan pilihan,' - Joseph O'Connor, halaman 154.
 Dan juga...
'Kesedihan terbesar adalah yang kita sebabkan sendiri.' - Sophocles, halaman 177.
 Ada quotes lainnya yang tidak akan aku tuliskan disini, karena terlalu banyak, haha.

Karakter

Dalam buku ini, ada banyak nama yang muncul, tetapi tidak semuanya penting, sudut pandang benar-benar difokuskan pada Madeline dan Jonathan. Jadi, aku akan mengungkapkan kesanku terhadap dua karakter utama ini.

Kalau dibilang tidak suka, aku cenderung netral. Pasalnya kedua karakter ini tidak bisa membuatku jatuh cinta, tetapi aku juga tidak bisa membenci mereka. Chemistry di antara keduanya sangat kurang, sehingga unsur romance nya terkesan tidak penting dan bahkan almost like a fling, hanya cinta sesaat atau lewat, terlebih ada laki-laki lain di sekitar Madeline, dan Jonathan bukan sosok karakter yang membuatku bisa jatuh cinta dan merasakan kehebatannya dibandingkan karakter lain.

Overall Review

☆☆☆
3/5 stars

Aku suka premisnya. Sayangnya, perkembangan cerita dan karakternya menurutku masih kurang padat, masih memiliki rongga yang sebenarnya bisa dipadatkan. Plotnya agak lambat dan banyak detail yang tidak penting. Tapi tetap menghibur, kok. Jadi, 3 bintang.

Kalau kamu suka cerita bertemakan crime, misteri, dan mafia, mungkin kamu akan suka buku ini.
0
Share
Pernahkah kalian menonton drama, lalu kalian suka, tapi dalam waktu yang sama, kalian juga membencinya?

The King: Eternal Monarch

Judul: The King: Eternal Monarch
Episode: 16 episode
Pemeran: Lee Min Ho, Kim Go Eun, Woo Do Hwan, etc.
Direktor: Baek Sang Hoon
Penulis: Kim Eun Sook
Genre: Fantasy, Romance, Parallel Universe

Sinopsis

The King: Eternal Monarch adalah drama Korea yang menceritakan Lee Gon, seorang raja yang memimpin Kingdom of Korea (Kerajaan Korea) yang berusaha menutup pintu ke dunia paralel yang terbuka setelah Manpasikjeok, seruling legendaris kerajaan yang memiliki kekuatan magis, terbelah dua karena pengkhianatan yang dilakukan oleh Lee Rim, pamannya.

Review

Sesuka-sukanya aku dengan genre fantasi, aku seringkali menghindari konsep Parallel Universe dan Parallel Time. Sesuatu yang bertemakan Parallel cenderung membingungkan dan terlalu ngawang sehingga sulit diproses pikiranku.

Alasan utama aku menonton drama ini adalah karena Kim Eun Sook, si penulis, adalah sosok dibalik layar drama-drama menarik seperti Goblin, The Heirs, Descendants of The Sun, Secret Garden, dan lain sebagainya. Selain itu, Kim Eun Sook juga seringkali mengambil genre fantasi, genre favoritku, sehingga aku cukup menantikan kehadiran The King: Eternal Monarch garapan Kim Eun Sook ini. –tidak, aku tidak menontonnya karena aktornya, bahkan aku tidak pernah menonton BBF.

Saat drama ini on-going aku menulis sedikit komentarku ketika menonton drama ini di ponselku, jadi aku akan menuangkannya dalam review kali ini.

Sejak awal, aku sudah menduga plot dengan konsep Parallel Universe ini akan ngebingungin ke belakangnya. Nggak tertebak sih alurnya akan seperti apa, tapi konsep seperti ini membuat pengalaman menontonku nggak semenarik drama lainnya, terlalu banyak kemungkinan yang membuatku malas berteori. Mungkin drama ini membuat penonton jadi berpikir keras, makanya aku seringkali berpikir, ‘yaudah lah liat aja yang si penulis mau bikin gimana’. Akhirnya, nggak ada yang benar-benar bisa aku komentari. Tapi aku berusaha keras untuk menulis review ini, haha.

Di empat episode pertama, aku menotis banyak setting adegan yang mirip-mirip dengan drama Kim Eun Sook sebelumnya, seperti The Heirs dan Goblin. Iya, aku paham, Lee Min Ho dan Kim Go Eun bermain di The Heirs dan Goblin, jadi wajar saja mereka digaet lagi untuk main drama Kim Eun Sook lalu ada persamaannya. Tetapi, secara pribadi, aku merasa... kurang baru. Rasanya seperti.. i have a pen, i have an apple, ugh! Apple-pen. Kayak Kim Tan ketemu sama Eun Tak aja gitu, walau sebenarnya karakter mereka berbeda, tapi adegannya selalu mengingatkanku.

Sebenarnya aku juga kurang suka dengan romance yang diselipkan di drama ini. Secara pribadi, aku berpikiran bahwa hubungan antara Lee Gon dan Tae Eul terlalu cepat, i mean nggak ada tahap pedekate yang meyakinkanku (sebagai seorang penonton) bahwa mereka saling mencintai hingga bisa mengorbankan nyawa mereka.

Acting Lee Min Ho dan Kim Go Eun itu bagus banget. Mereka bisa memvisualisasikan emosi yang diharapkan pada setiap adegan. Apalagi episode 11 & 12 ketika Lee Gon dan para pengawalnya naik kuda buat menyelamatkan Calon Ratu mereka. Bahhhh itu feel-nya dapet banget. Terlebih adegan itu tuh kesannya orisinil The King: Eternal Monarch banget, maksudku nggak disama-samain sama adegan keren dan romantis dari drama-drama Kim Eun Sook sebelumnya gitu.

Walaupun begitu, aku menyayangkan transisi emosi dari satu adegan romantis ke adegan romantis lainnya, menurutku kesannya perkembangan hubungan mereka banyak yang ke-skip-skip gitu, jadi kayak cepet banget mereka jatuh cinta sampe bucin begitu.

Karakter yang paling menghiburku dalam drama ini adalah Jo Yong & Jo Eun Seop. Woo Do Hwan, aktor yang memerankan dua karakter itu benar-benar bisa menunjukkan dua karakter yang berbeda, sosok yang keren dan tampan, serta sosok yang lucu dan menyenangkan (dan juga tampan, tentu saja). Adegan-adegan yang diperolehnya selalu menghibur. Uwu uri Unbreakable Sword.

Setting

Teknik pengambilan gambar yang digunakan drama ini oke kok, kualitas film layar lebar, dan angle-nya bagus. Tapi, terkadang aku merasa mereka terlalu sibuk menunjukkan berbagai angle, sehingga menurutku banyak angle yang unnecessary.

Product Placementnya terlalu kentara. Wow, i mean untuk ukuran drama Korea iklannya terlalu mencolok. Sebagai orang Indonesia, tentu kita sudah biasa disuguhkan iklan secara terang-terangan di sebuah sinetron. Tapi, karena ini adalah drama Korea, aku nggak tahu apakah ini adalah sebuah kemajuan atau kemunduran. Yang pasti, secara pribadi, aku merasa terganggu.

Editan langit pink dalam gerbang dunia paralelnya kurang canggih. Sampai episode 7, aku masih terganggu dengan editan itu. Kayak bukan Korea banget produksinya. Malah produksi yang seperti itu kayak menimbulkan kesan mereka hanya memanfaatkan ketenaran Lee Min Ho dan Kim Go Eun sebagai aktor.

Terlalu banyak adegan diam dan tatap-tatapan. Seharusnya adegan ini menjadi adegan romantis yang penuh dengan perasaan, tapi aku merasa ini adalah adegan yang bertele-tele, karena ya itu, aku merasa progress mereka untuk jatuh cinta terlalu cepat dan tidak masuk akal perasaan.

OST

Wah, bagiku ini nilai plus dari drama ini sih. Soundtracknya dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi yang sangat bagus, seperti Zion T, Hwasa, Hwang Chi Yeol, Wendy, Zico, dan lain sebagainya. Lagunya juga banyak yang enak-enak. Tapi favoritku mungkin lagu Maze yang dinyanyikan Young Zoo, musiknya pas aja untuk latar belakang kerajaan modern kayak Kingdom of Korea. Selain itu, lagu My Love yang dibawakan oleh Gummy juga pas banget buat adegan-adegan yang menguras banyak emosi, aku suka banget. Oh, You Are My Beginning and Last yang dibawakan Lim Han Byul dan Kim Jae Hwan juga favoritku, pasalnya aku suka jenis musiknya yang ballad dan vokalisasinya yang punya power banget.

Overall Review

☆☆☆
3 bintang

Satu bintang untuk karakter/aktornya, satu bintang untuk soundtracknya, setengah bintang untuk plotnya, dan setengah bintang untuk setting dramanya.

Aku suka drama ini, tapi aku juga membencinya. Banyak yang aku nggak suka di drama ini, tapi aku suka drama ini, episode 11 & 12 benar-benar meninggalkan kesan yang sangat baik. Soundtracknya juga bagus banget.

Aku nggak merekomendasikan drama ini untuk siapa-siapa, selama kamu siap diajak mikir dengan plot yang terlalu membingungkan, silahkan tonton drama ini.

Sebuah Pertanyaan Yang Akan Membingungkan Tapi Kalau Kalian Ingin Menimpali, Silahkan Banget.

Plot drama ini masih meninggalkan banyak pertanyaan tak kasat mata, khususnya episode terakhir. Lee Gon kembali ke malam pengkhianatan untuk menghentikan Lee Rim, bagaimana ia yakin bahwa masa lalu itu adalah masa lalu miliknya dari banyaknya universe yang memiliki masa lalu yang serupa? Lee Gon kecil akhirnya terselamatkan tanpa mengenal Tae Eul, tapi kini seruling itu sepenuhnya milik Lee Gon.

Dan apa faedahnya manpasikjeok me-reset dunia, tapi menyisakan memori Lee Gon dan Tae Eul? Bukankah lebih romantis kalau mereka dipertemukan oleh takdir yang berbeda? Maksudku, lembaran baru yang berbeda. Seruling itu sudah sepenuhnya milik Lee Gon, tinggal takdir yang memang menggiringnya ke Republik untuk bertemu dengan Tae Eul.

Tapi, penulis membuat mereka berakhir dengan status berpacaran, dan malam mingguannya menjelajah berbagai universe yang berbeda. Penjelajah universe kan abadi nih ceritanya, mereka akan begitu terus gitu? Apakah ini bentuk kebucinan mereka? Menyebalkan.
0
Share
365: Repeat The Year
Judul: 365: Repeat The Year
Episode: 12 episode
Pemeran: Lee Joon Hyuk, Nam Ji Hyun, Kim Ji Soo, etc.
Direktor: Kim Kyung Hee
Penulis: Kurumi Inui (novel), Lee Seo Yoon, Lee Soo Kyung
Genre: Fantasy, Mystery, Crime

Halo, Greenshe kembali dan kali ini ingin mereview sebuah drama bergenre fantasi dan misteri, yakni 365: Repeat The Year. Akhir-akhir ini banyak drama yang menarik untuk ditonton, tetapi akhir-akhir ini juga aku merasa malas untuk mengikuti semua drama bagus itu, mungkin karena sudah terlalu bosan di rumah dan butuh jalan-jalan, haha.

Drama ini adalah drama yang diadaptasi dari novel berjudul Repeat karya Kurumi Inui--jadi ingin baca novelnya. Drama ini juga ada versi Jepangnya, judulnya Wheel of Fortune. Tapi kali ini aku akan review versi Korea tentu saja. Episode drama ini tergolong sedikit, yakni hanya 12 episode.

Sinopsis

Drama ini menceritakan tentang 10 orang yang secara random dikumpulkan di tahun 2020 oleh perempuan bernama Lee Shin. Mereka ditawarkan kesempatan untuk melakukan perjalanan waktu ke masa lalu, tepatnya satu tahun sebelumnya--2019, untuk me-reset kembali kehidupan mereka.

Hero kita adalah Ji Hyeong Ju, seorang detektif yang kehilangan partner kerjanya di tahun 2019. Selain itu, ia adalah penggemar berat webtoon berjudul Hidden Killer yang ditulis oleh Shin Ga Hyeon, heroine kita yang mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga kakinya lumpuh.

Setelah kembali ke tahun 2019, 10 orang tersebut berhasil mengubah kehidupan mereka. Namun, kejadian-kejadian aneh mulai muncul. Kematian seolah mengejar mereka. Atau mungkin..... seseorang mengincar mereka.

Review

Plot

Fantasi selalu jadi genre favoritku, walaupun banyak juga drama, film, bahkan buku fantasi yang mengecewakan karena world-building yang kurang oke. Selama ini, aku mengkategorikan cerita fantasi menjadi totally fantasy, fantasi yang dimana si penulis menciptakan dunia baru seperti Harry Potter, Percy Jackson, Lord of The Rings, dan Game of Thrones. Lalu, ada partly fantasy, cerita yang memasukkan unsur fantasi sebagai bagian kecil dari dunia nyata, seperti drama Goblin, My Love from The Star, dan juga drama ini.

Aku suka bagaimana drama 365: Repeat The Year ini dieksekusi dengan baik sampai dari awal sampai akhir. Setiap episode mengandung misteri yang membuat penonton berpikir, bahkan kebingungan. Walaupun begitu, aku dan adik-adikku dibuat penasaran dengan setiap lanjutannya.

Secara keseluruhan, plot ceritanya nggak berat, bahkan ada beberapa bagian yang mungkin tertebak, tapi karena terlalu banyak kemungkinan, jadi penonton akan kebingungan menentukan siapa penjahat yang sebenarnya dan seperti apa motifnya. Dan ketika semuanya terungkap, aku merasa puas.

Saat menonton dan menebak-nebak alur cerita dan penjahatnya, aku dan adikku bercanda dan teringat suatu dialog dari sebuah film Indonesia,

"Siapa orang yang tidak pernah kita duga bakal nulis surat kaleng? Ayo kita sebutkan bareng: Ibu Kantin," - Bayu, Marmut Merah Jambu.

Nggak begitu nyambung sama drama ini, sih, tapi guyonku dengan adikku itu kurang lebih adalah spoiler, hahaha.

Karakter

Dari banyaknya karekter dalam drama ini, para resetters adalah karakter yang paling ter-spotlight. Setiap karakter punya latar belakang berbeda dan alasan mereka tersendiri ketika memilih untuk melakukan kembali ke masa lalu. Tetapi kebanyakan dari mereka menyembunyikan tujuan utama mereka. Dan ketika alasan-alasan tersebut terungkap, aku suka emosi dan perasaan yang dibawakan para aktor, khususnya emosi para karakter ketika alasan karakter bernama Kim Se Rin terungkap, dia sangat unbelievably crazy. Bahkan karakter kecil bernama Choi Young Woong membuatku merasa simpatik, ck sungguh malang.

OST

Secara pribadi, aku suka sekali lagu soundtrack yang dibawakan oleh Say'Z berjudul Into My Life. Musik dan liriknya sangat menggambarkan isi drama ini, tentang keinginan seseorang untuk mengulang kehidupannya, dan bertanya-tanya apakah hidupnya akan berbeda dari saat ini kalau saja ia memutar ulang waktu. Selain itu, lagu yang lain juga sama bagusnya, musiknya passs banget sama dramanya. Feelingnya pas banget.

Overall Review

☆☆☆☆
4/5 star

Mungkin beberapa dari kalian sudah nggak asing sama wajah-wajah karakter utama disini, kalau kamu salah satu penggemarnya, drama ini bagus banget untuk kamu tonton, pasalnya perkembangan karakter khususnya Ji Hyeong Ju disini tuh bagus. Dan kalau kamu penikmat cerita fantasi dan misteri, drama ini pas banget buat mengisi harimu disaat stay at home ini.


0
Share

Holy Mother by Akiyoshi Rikako
Photo by Greenshe

Halo, kali ini aku akan memberikan review ala aku, tentang buku berjudul Holy Mother karya Akiyoshi Rikako. Buku novel Jepang dengan genre thriller-murder-mystery ini disadur ke dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Haru.

Di tengah pandemi COVID-19, aku memutuskan untuk membaca beberapa buku to-be-read yang genre-nya tak biasa aku baca. Salah satunya adalah ini. Aku pernah membaca buku misteri Agatha Christie yang And Then There Were None, dan cerita tersebut meninggalkan kesan yang sangat baik dengan plot twist yang berhasil membuatku terkejut. Oleh karena itu, saat itu aku memilih buku Holy Mother untuk mencoba mengejutkanku dengan plot twist-nya. And it works!

Sinopsis

Buku ini menceritakan seorang ibu, Honami namanya, yang khawatir kepada putri satu-satunya ketika sebuah kasus pembunuhan terjadi di kota kecil tempatnya tinggal. Pembunuhan itu terjadi beberapa kali, seperti serial-killer, dan korbannya adalah anak laki-laki.

REVIEW

Plot

Bisa dikatakan, buku Holy Mother adalah buku Akiyoshi Rikako yang aku baca dengan serius. Padahal, sebenarnya aku juga membeli buku Akiyoshi Rikako, Girls in The Dark. Tetapi karena film-nya sudah keluar, aku memutuskan untuk menonton filmnya terlebih dulu, dan nyatanya aku tak menyukai film tersebut. Ketebak, pikirku. Jadi aku hanya membaca beberapa halaman, dan meminjamkannya ke sepupuku.

Untuk Holy Mother ini, aku sangat menyukai penataan alur cerita dan plot-twist yang disuguhkan oleh Akiyoshi Rikako. Cerita ini memiliki 3 sudut pandang, yakni sudut pandang Honami, seorang ibu yang khawatir mengenai putri satu-satunya setelah kasus pembunuhan itu terjadi, sehingga ia memata-matai seorang laki-laki, Tateshina Hideki, yang menurutnya ‘mencurigakan’. Lalu ada sudut pandang Sakaguchi & Tanizaki, detektif yang berusaha menyelidiki kasus pembunuhan tersebut. Dan yang terakhir, ada sudut pandang Tanaka Makoto, seorang murid SMA yang bekerja paruh waktu di minimarket, dan sebagai guru anggar, mungkin, aku lupa apa nama ilmu bela diri itu.

Menjadikan Girls in The Dark sebagai patokan, membuatku meremehkan buku ini dan menebak-nebak pasti ceritanya akan begini dan begitu. Sejak chapter 3, aku sudah bisa menebak siapa pembunuh anak laki-laki tersebut. [spoiler: Ya, Tanaka Makoto]. Namun, aku masih membuka peluang akan adanya plot-twist di chapter-chapter selanjutnya. Dan memang benar! 

Sampai halaman 164, kasus yang kupikir adalah one-layered crime, ternyata adalah two-layered crime. Jadi, semacam ada kejahatan di balik kejahatan, padahal pembunuh 1 bekerja sendiri.

Lalu, siapa si penjahat 2? Apa motif yang dimilikinya sehingga ia bisa ‘membunuh’ lagi mayat-mayat tersebut?

Pertanyaan itulah yang membuat buku ini semakin seru. Setiap karakter, bahkan karakter kecil selain para detektif, mampu membuatku curiga, bisa saja ia adalah si penjahat 2. Dan aku juga mulai pusing memikirkan plot seperti apa yang sebenarnya ingin disuguhkan oleh si penulis.

Sampai halaman 238, ada perasaan tak suka dalam batinku ketika rasa curiga Honami terhadap Tateshina Hideki jadi terkesan berlebihan, seolah ia sedang menghakiminya tanpa bukti. Aku sempat berpikir, kalau ia khawatir dengan anaknya bukankah seharusnya dia berada di posisi bertahan dan menjaga anaknya dari dekat? Terlebih, sampai halaman 249, aksi Honami malah mengabu-abukan penyelidikan Tanizaki & Sakaguchi. [spoiler: Yaa memang benar sih tujuannya untuk mengabu-abukan kasus]. 

TAPI TERNYATA! TERNYATA! Aku terkejut dan merasa jadi badut ketika seluruh cerita sudah terungkap. Aku suka bagaimana Akiyoshi Rikako menyembunyikan gender karakternya. [spoiler: selama ini aku pikir Tanaka Makoto adalah cowok!].

Karakter

Karakter ibu dalam cerita ini benar-benar menunjukkan bahwa seorang ibu bisa menjadi angel dan demon sekaligus, hanya untuk melindungi putrinya. Masa lalu Honami ketika ia mengandung, membuat karakternya semakin terbentuk, bahwa ia adalah ibu yang akan melakukan apa saja untuk putrinya.

Walaupun masih ada beberapa karakter lain yang sebenarnya bisa ku ceritakan, tetapi karakter ibu adalah karakter yang tidak terlupakan.

Overall Review

☆☆☆☆☆
5 stars.

One star for the overall plot, one star for the horror-ness of how the killer killed the child, three stars for the plot-twist and being impressive by giving me a huge surprise in the end. It got me speechless.

Kalau kalian suka buku bergenre thriller, mystery, dan senang dengan sesuatu yang unpredictable dan mengejutkan, kalian mungkin akan suka buku ini, terlebih plot-twist dalam buku ini.



0
Share
Asrama by Muhammad Fatrim
Photo by Greenshe

Halo, Greenshe disini, kembali mereview buku yang bulan Maret lalu aku baca. Judulnya Asrama, ditulis oleh Muhammad Fatrim. Buku ini adalah novel Malaysia yang diterjemahkan oleh Penerbit Haru.

Sewaktu buku ini diterbitkan di Indonesia, aku ingin membelinya karena ingin tahu sensasi membaca buku genre horror. Tetapi karena prioritas fantasy-ku lebih tinggi, jadi belum terpenuhi lah keinginanku itu. Aku baru memperoleh buku ini di tahun 2019, tepatnya karena ada promo ‘Buy 1 Get 3’ yang berlaku untuk pembelian buku KKN di Desa Penari. Bonus bukunya sebenarnya acak, namun alangkah senangnya ketika paket di buka, buku Asrama ini juga ada di dalamnya.

Sinopsis

Buku ini menceritakan tentang Dahlia yang tiba-tiba ingin pindah sekolah dari desa, padahal sekolahnya saat itu katanya adalah sekolah bagus. Setelah pindah, ternyata di asrama putri sekolah barunya, Dahlia dihadapkan dengan geng-geng yang senang memperbudak siswi-siswi di asrama. Karena ingin balas dendam, Dahlia memainkan Ouija bersama teman satu kamarnya. Tetapi, tentu saja permainan itu tidak akan berakhir semudah itu. Satu demi satu kejadian aneh terjadi, dan membuat Dahlia menyadari rahasia kelam yang tersimpan di asrama tersebut.

REVIEW(SPOILER ALERT)

Plot

Aku sering nonton film horor, tetapi membaca buku dengan genre horor mungkin bisa dihitung jari dengan satu tangan. Karena itu, ketika membaca buku ini, aku tidak bisa menahan untuk tidak menerka-nerka plot seperti apa yang akan disuguhkan oleh penulis dan misteri apa yang tersimpan di asrama tersebut. Dan yang terlintas di kepalaku adalah bahwa jangan-jangan asrama tersebut adalah asrama hantu. Pasalnya, semua penghuni asrama tersebut terkesan mencurigakan.

Ada beberapa bagian dalam plot yang membuatku tidak puas dan merasa adegan tersebut sebenarnya bisa di tiadakan. 

Ada dua sumber perhantuan disini, Pohon Ara & Asrama. [spoiler: Atau bisa dikatakan ada dua angkatan hantu dalam satu asrama. Angkatan pertama adalah hantu penasaran yang terkubur di bawah Pohon Ara yang akhirnya dapat ditebang, saat itu Dahlia masih hidup. Dan hantu penasaran angkatan kedua adalah Dahlia dan beberapa temannya yang mati setelah terjadi kebakaran di Asrama Baru].

Aku sempat kebingungan saat membaca ceritanya karena dua unsur cerita tersebut seolah menyatu dan saling bertumpuk. Ya, bertumpuk. Karena ada suatu adegan yang terjadi di bagian Pohon Ara, dimana Dahlia yang sedang tidur di asrama bermimpi bahwa asrama mereka terbakar dan Dahlia merasa kepanasan, seolah ini adalah clue yang diberikan penulis bahwa kejadian ini terjadi setelah bagian Asrama. [spoiler: Apakah saat itu Dahlia memperoleh insight mengenai kematiannya, atau ia sudah menjadi hantu penasaran yang mati saat kebakaran tersebut?]

Oh, dan juga ada Mak Cik Ani, seperti bibi yang membantu keluarga Dahlia. Setiap kali Dahlia pulang ke rumah dari asrama, ibunya selalu bilang bahwa Mak Cik Ani sedang pulang kampung, tetapi ternyata Mak Cik Ani memang pergi pulang kampung, karena tidak ada lagi yang menghuni rumah tersebut, [spoiler: karena semua sudah tiada].

Kalau berbicara mengenai plot twist, aku cukup suka bagaimana penulis memberikan twist di akhir. Walaupun tidak begitu waw karena ada beberapa plot-hole, tetapi twist tersebut bisa membuat pembaca berpikir berulang-ulang kali. Dan mungkin beberapa ada yang merasa terbodohi.

Secara keseluruhan, plotnya agak lambat pas di awal, banyak adegan yang tak penting, tetapi ketika menuju chapter akhir, semuanya terasa cepat dan cukup menghibur, walaupun membuatku agak kesulitan mencerna apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh si penulis.

Karakter

Biasanya, setiap kali membaca buku, pemeran utama yang kutemui akan memiliki sisi protagonis yang dominan. Walau Dahlia bukan sosok yang jahat, tetapi menurutku Dahlia ini bukan sosok karakter utama yang.. utama.
“Sudah wajah nggak pernah tersenyum, berbuat syirik pula!,” pikir Dahlia.
Kalimat tersebut dipikirkan oleh Dahlia untuk seorang satpam asrama/sekolah yang mencurigakan karena jarang tersenyum dan sering menaruh sesajen di bawah Pohon Ara di dekat asrama.

Ketika kalimat itu terucap olehnya, all i can think about was.. WHAT THE!?. Pasalnya Dahlia juga memainkan permainan spirit of the coin yang menyerupai Ouija untuk meminta bantuan dalam mengatasi geng bully di asrama, dan apa kalian tahu artinya? Dia juga berbuat syirik. Dan sejujurnya aku kurang nyaman dengan karakter seperti ini, terlebih Dahlia seharusnya adalah pemeran utama yang mampu menarik simpati pembaca.

Selama membaca, aku merasa tidak ada ketertarikan pada karakter-karakter dalam buku ini. Seolah tidak ada yang spesial. Mungkin karena terlalu banyak karakter, dari yang penting sampai yang tidak penting sekalipun ada, jadi perkembangan setiap karakternya agak lack.


OVERALL REVIEW

☆☆☆☆
4/5 bintang.

Well, walau menurutku buku ini masih memiliki kekurangan yang bisa diperbaiki penulis di karya-karyanya selanjutnya, tetapi karena buku ini adalah buku horror pertamaku, jadi cukup meninggalkan kesan yang bagus. Terlebih twist di akhirnya membuatku harus berpikir dan membaca beberapa halaman terakhir berulang kali, dan aku menyukai sensasinya.

Oh, dan omong-omong, buku ini ada sequel-nya, tapi sepertiya Penerbit Haru belum berencana untuk menerjemahkannya. Dan sepertinya respon pembaca di Goodreads juga kurang bagus. Kalau kalian ingin lihat review-review buku sebelum membeli atau membacanya, kalian bisa browse Goodreads di internet, atau melalui aplikasinya di Play Store.
0
Share
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

About Me

Welcome to my little corner! I’m Lia, someone who finds joy in stories, whether through novels, dramas, movies, or my own writings. With a Green Tea Latte in hand, I explore different narratives and share my thoughts here. Expect reviews, reflections, and a mix of personal musings. Most of my posts are in Bahasa Indonesia, but occasionally you’ll find entries in English or even a bit of Korean! Stay tuned, and let's dive into stories together!

Old Reviews

  • ►  2025 (1)
    • ►  Mei 2025 (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  September 2023 (2)
    • ►  Agustus 2023 (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  September 2022 (4)
    • ►  Juli 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (1)
  • ►  2021 (23)
    • ►  November 2021 (7)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (5)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (9)
  • ▼  2020 (23)
    • ►  November 2020 (4)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (3)
    • ►  Juli 2020 (3)
    • ▼  Juni 2020 (6)
      • Eleanor & Park by Rainbow Rowell - Book Review
      • Call From An Angel by Guillame Musso - Book Review
      • The King: Eternal Monarch (2020) - Drama Review
      • 365: Repeat The Year (2020) - Drama Review
      • Holy Mother by Akiyoshi Rikako - Book Review
      • Asrama by Muhammad Fatrim - Book Review
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (5)
  • ►  2019 (43)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  November 2019 (4)
    • ►  Oktober 2019 (5)
    • ►  September 2019 (5)
    • ►  Agustus 2019 (6)
    • ►  Juni 2019 (4)
    • ►  Mei 2019 (3)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (6)
    • ►  Februari 2019 (3)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November 2018 (2)
    • ►  Agustus 2018 (2)
    • ►  Juli 2018 (4)

Cari Blog Ini

Youtube

Translate Here!

Iklan Sejenak

LINK

  • KOREA.NET INDONESIA
  • KOREA.NET ENGLISH
Copyright © 2015 GREENSHE REVIEWS

Created By ThemeXpose