Pages

Goodreads Wattpad FB Page Instagram 1 Instagram 2 Twitter Youtube
GREENSHE REVIEWS
  • Home
  • Drama Reviews
  • Movie Reviews
  • Book Reviews
  • Journal
Hai hai hai,
Apa kalian pernah menonton drama berjudul A Little Thing Called First Love ini? Atau mungkin, kalian pernah menonton film Thailand berjudul Crazy Little Thing Called Love?

Hari ini aku akan mereview sedikit mengenai drama A Little Thing Called First Love, yang merupakan remake China dari film Thailand berjudul Crazy Little Thing Called Love.

❤❤❤


Judul: A Little Thing Called First Love
Episode: 36
Pemeran: Lai Kuan Lin, Angel Zhao, Wang Run Ze, Chai Wei, Wang Bo Wen, etc.
Tayang: 23 Oktober - 21 November 2019

❤❤❤

Jadi, seperti yang sudah dikatakan tadi, drama ini adalah drama remake dari sebuah film Thailand yang berjudul sama -nggak sama banget, sih, tapi ya sama.

Aku sudah menonton versi Thailand, dan filmnya memang populer pada masanya.  Ketika aku tahu bahwa China akan membuat versi drama-nya, tentu saja aku sangat senang dan mulai menerka-nerka seperti apa dramanya nanti.

Simpelnya, drama ini menceritakan tentang gadis muda biasa, bernama Xiao Miao Miao, yang bisa dikatakan kurang cantik(?) jatuh cinta pada senior tampan dan populer di sekolahnya, Liang You Nian. Perjuangannya untuk selalu dekat dengan seniornya itu menjadi topik utama dalam cerita ini. Pemeran utama perempuan ini memiliki sahabat-sahabat yang akan menemani Xiao Miao Miao menjalankan aksi-aksi yang lucu. Selain lucu, drama ini menghimbau penonton untuk menggunakan cinta dalam hal yang positif.

❤❤❤

Cerita film yang awalnya hanya berdurasi kurang lebih 2 jam, kini dibuat sedemikian rupa sehingga mencukupi 36 episode yang masing-masing berdurasi 40 menitan. Tentu saja film ini membuatku menebak-nebak tentang hal apa saja yang akan di dramatisasi untuk memenuhi durasi yang panjang itu. Bahkan aku agak sedikit pesimis bahwa aku akan bosan di tengah jalan. Tapi nyatanya tidak.

Genre dan konflik yang simpel, dan pengemasan cerita yang manis membuatku betah menontonnya. Terlebih dengan adegan-adegan manis khas kisah percintaan anak remaja dan kuliahan dalam drama ini mampu membuatku senyum-senyum dan gemas sendiri ketika menontonnya.

Unsur-unsur yang ditambahkan dalam drama terasa pas dan menjadi pembeda sendiri antara versi orijinal dan versi remake. Dramatisasi drama terlihat dari adanya penambahan peran dan karakter seperti Lin Kai Tuo, He Xin, Wang Da Chao, dan beberapa karakter lainnya. Penambahan karakter-karakter tersebut akan membawa konflik masing-masing yang tentu saja tetap berkaitan dengan pasangan utama kita, yakni Miao Miao & You Nian.

Kemampuan acting para aktor juga sangat baik. Lai Kuan Lin sebagai pemeran Liang You Nian, mampu menggambarkan karakternya yang stay calm dalam kebanyakan situasi, dan menunjukkan kedewasaannya sebagai seorang senior untuk Miao Miao, He Xin, dan sebagai kakak tiri untuk Lin Kai Tuo. Pasalnya, usia Wang Run Ze yang memerankan Lin Kai Tuo lebih tua dibandingkan usia asli Lai Kuan Lin. Tentu saja hal ini juga membuatku terkesan dengan acting Wang Run Ze yang berhasil membuatku gemas dengan karakternya yang tsundere.

Karakter Miao Miao, He Xin, dan Xia juga memiliki chemistry yang sangat baik sebagai sahabat. Mereka bertiga kerap membuatku tertawa ketika mereka plotting sesuatu untuk membantu Miao Miao dekat dengan You Nian.

Tak hanya para aktris utama, tetapi para aktor juga memiliki chemistry yang sangat baik sebagai satu kelompok sahabat, yakni Liang You Nian, Lin Kai Tuo, dan Wang Da Chao. Selain itu, banyak karakter-karakter lain yang menurutku sudah digambarkan oleh para aktor dengan sangat baik. Aku sangat terhibur menonton drama ini karena banyak karakter yang lucu.

❤❤❤

Bagaimana dengan musiknya?
Tak banyak drama China yang sudah aku tonton, tetapi beberapa di antara yang sudah aku tonton memiliki musik dan soundtrack yang menarik. Lagu opening dan lagu ending selalu ditayangkan pada setiap episode, hal itu membuatku terbiasa sehingga akhirnya menyukai soundtracknya.

Lalu, walaupun drama ini memiliki 36 episode yang mungkin terkesan banyak dan panjang, tetapi aku tidak berkeberatan untuk menonton ulang drama ini, pasalnya drama ini simpel, manis dan lucu. Mungkin ketika aku cukup lelah menonton drama yang berat, drama ini mampu menjadi selingan.

Orijinal vs Remake

Pesan yang ingin disampaikan baik dalam versi orijinal maupun remake adalah sama, yakni menggunakan cinta sebagai sesuatu yang mampu mengubahmu menjadi sosok yang lebih baik. Jadi perihal poin ceritanya, tidak ada perbedaan.

Tetapi mungkin sebagai penonton dan penikmat plot twist, aku merasa versi drama tidak begitu memberikan twist sehingga selama menonton aku benar-benar merasa tenang dan senyum-senyum saja. Berbeda dengan film yang membuatku cukup terkejut dengan twistnya, yakni buku album foto Shone yang diberikan pada Nam di menuju ending.

Namun, aku harus menambahkan lagi. Tidak adanya plot twist dalam drama bukan berarti drama itu tidak menarik. Pasalnya, karena aku sudah mengetahui ending dalam versi orijinal malah membuatku gemas dengan tingkah-tingkah para karakter dalam drama. That slow motion effect ketika Miao Miao menatap You Nian (mau pun sebaliknya) tuh terasa lucu, haha. Perasaan sweet, romantis, dan geli bercampur aduk, haha.

Overall Review

☆☆☆☆
4 bintang, soalnya dramanya lucu dan menghibur.
Serta membuatku menanti-nanti kelanjutan episodenya.
Silahkan ditonton. Mungkin cocok untuk kalian yang suka cerita simpel seperti Love O2O dan Put Your Head On My Shoulder yang sudah pernah aku review sebelumnya.




0
Share

The Sword of Summer by Rick Riordan


✩✩✩✩
My rating: 4 of 5 stars




Well well well, it's December and i'm back with The Sword of Summer!

Siapa yang belum mengenal author bernama Rick Riordan? Penulis yang membuatku jatuh hati dengan karya-nya yang sangat populer, Percy Jackson & The Olympians. Seri Percy Jackson atau yang kerap disingkat menjadi PJO ini adalah seri bergenre fantasi yang mengangkat latar belakang kehidupan seorang demigod atau anak setengah dewa Yunani, bernama Percy Jackson. Selain itu, Rick Riordan juga sudah membuat karya lain yang mengangkat latar kehidupan anak setengah dewa Romawi, Mesir dan yang paling baru adalah Nordik.

Nah, hari ini aku akan memberikan secuil review tentang buku berjudul Magnus Chase and The Gods of Asgard: The Sword of Summer. Buku ini adalah seri pertama dari trilogi Magnus Chase and The Gods of Asgard.

Singkatnya, buku ini menceritakan tentang Magnus Chase, laki-laki yang hidup menggelandang setelah ibunya meninggal. Kehidupannya terkesan biasa saja, sampai suatu hari terjadi hal-hal aneh yang perlahan menguak rahasia akan garis keturunan keluarganya. Ya, Magnus Chase memiliki darah setengah dewa Nordik, yang pada akhirnya mengharuskannya untuk menghambat Ragnarok dengan mencari Pedang Musim Panas.

⚔⚔⚔

Kalian mungkin familiar dengan nama-nama seperti Thor, Loki, Odin, dan Asgard setelah menonton seri Marvel Avengers, dan ya, nama-nama itu tentu saja akan muncul dalam buku.

Bagiku, film-film superhero itu cukup membantu dalam mengimajinasikan wujud dari karakter-karakter tersebut. Misalnya, Chris Hemsworth sebagai Thor, dan Tom Hiddleston sebagai Loki. Tapi setelah membaca buku ini, rasanya semua itu belum cukup membuatku familiar dengan mitologi Nordik. Imajinasiku baru sebatas Asgard-nya Marvel, sedangkan buku lebih mendeskripsikan setiap unsurnya lebih detail.

Buku The Sword of Summer ini sudah aku input ke dalam to-be-read ku di Goodreads sejak tahun 2016 silam. Memang, aku telat (banget) menyelesaikannya, tapi aku cukup senang bahwa to-be-read list-ku berkurang lagi.  Pasalnya, masih ada dua buku lanjutan seri Magnus Chase yang belum ku baca dan harus ku baca.

Mengenai buku ini, sejujurnya awalnya cukup membosankan. Cerita tentang mitologi Nordik yang nggak begitu familiar untukku, membuatku agak jenuh. That's why aku menutup buku ini untuk jangka waktu yang saaaangat lama. Terlebih buku pertama tuh semacam buku pendahuluan akuntansi yang tebelnya minta ampun dibandingkan buku lanjutannya, dan cenderung deskriptif.

Secara umum, menurutku buku ini cukup menyenangkan. Walau seperti yang ku katakan ... beberapa bab awal memang membosankan. Tetapi semakin ke belakang, all the amazing things happened.

-- berhati-hatilah, karena anda memasuki bagian spoiler --


Keseruan mulai kurasakan setelah Magnus died ... lalu diemban Valhalla. Ketika Magnus, di depan khalayak Einherji, menampakkan kemampuannya sebagai anak Frey, dewa yang non-blok dan netral gitu, itu hal yang cukup keren. Walau aku tidak suka penampilan Magnus dengan rambutnya (seperti di cover), bukan tipeku. Tapi teman-temannya sangat menarik!

Ada beberapa hal menarik yang harus ku poinkan.

1) Karakter Blitzen & Hearthstone itu menghibur banget sebagai sohib/ keluarga jalanan Magnus. Setiap adegan mereka itu menyenangkan, dan ya nilai keluarga, sahabat, dan lain sebagainya tuh ada di mereka. Jadi untuk di buku ini, karakter yang paling aku sukai, ya mereka.

Ada adegan yang benar-benar menghiburku, yakni ketika Magnus mencurigai Blitzen & Hearthstone sebagai mata-mata Loki, mereka tersinggung dan mencaci Magnus. Lucunya adalah, Blitzen mencaci dengan mulutnya, tetapi Hearthstone mencaci dengan bahasa isyarat, karena ia tuli. Dan aku sangat menyukai ketidaksempurnaan karakter Hearthstone disini. Menurutku halaman 186 itu sangat lucu. Sebenarnya mereka lucu dan keren sampai akhir!!

2) Annabeth, Pedang Pulpen (Riptide!!!), dan Jason Grace. Yang sudah membaca karya lain Rick Riordan, mungkin paham betul siapa mereka. Tiga karakter itu disebut dalam buku ini, dan membuatku ingin melayang di atas padang savana karena well, Percy Jackson and The Olympians & Heroes of Olympus gave me a huge impact sebagai buku seri pertama yang aku baca! Sangat menyenangkan. Read it if you haven't!

3) Magnus Chase (Nordik) & Annabeth Chase (Greek). Dari awal, Chase bersaudara-sepupu ini membuatku penasaran, apakah pada akhirnya Magnus & Annabeth bakal curhat-curhatan tentang kehidupan 'lain' yang mereka jalani atau nggak. Soalnya rasanya akan sangat seru kalau mereka bisa berbagi cerita. AND THEY DID IT!! Di bab 72, Magnus dan Annabeth bertaruh tentang petualangan siapa yang lebih seru! HAHA I'M SO HAPPY!

4) Jack, The Sumarbrander, The Sword of Summer!! Dalam seri Percy Jackson, Percy memiliki pedang yang mampu berkamuflase menjadi sebuah pulpen, namanya Riptide. Lalu dalam seri Kane Chronicles, Carter memiliki senjata bernama Kopesh (aku belum begitu mengenal Kopesh, karena masih ada dua buku yang belum terbaca). Sedangkan dalam buku The Sword of Summer , pedang musim panas yang dinamai Jack oleh Magnus benar-benar membuatku jatuh hati.

Gak papa, aku ikhlas kok kalau Jack bilang Pedang Pulpen itu adalah hal yang bodoh. Soalnya Riptide kagak bisa terbang nebas para musuh dengan sendirinya. Apalagi mandi di gelas minum para Raksasa ╮(╯▽╰)╭.

5) Chris Hemsworth & Tom Hiddleston. Ok, nama mereka gak disebut secara langsung, kok. Tapi karena imajinasiku yang terbatas, ya mau tak mau, aku membayangkan sosok kedua aktor itu sebagai Thor & Loki. Tapi ternyata, membayangkannya tuh mengerikan, haha.

Thor dalam buku ibarat Thor di Avengers: Endgame, yakni Chris Hemsworth yang tidak tampan, setidaknya untukku. Duh, serius deh aku gasuka banget kondisi terakhir Thor di Avengers, masih berharap Thor kembali langsing di Guardian of The Galaxy. Tapi ada sesuatu yang lucu, Frey dalam buku ini terimajinasikan sebagai Chris Hemsworth versi tampan, haha. Dan menurutku itu cukup menghibur.

Loki! Oke, Tom Hiddleston itu adalah the only Loki i could imagine. Tapi hal yang membuatku agak mengganggu adalah fakta dalam buku, bahwa Loki is Sleipnir's MOM. Yeah. MOM! EMAKNYA KUDA! SLEIPNIR ITU KUDA! Maaf aku tidak bisa tenang. Masih terguncang.

6) Kemunculan Odin. Sejak awal, Odin tidak menampakkan/ ditampakkan dalam buku, dan ketika Odin menampakkan dirinya di beberapa bab terakhir .... BOOM! SO FUNNY!

7) Last but not least. Hal terakhir yang membuatku terkesan adalah kalimat di halaman 586.
"... Kau akan membutuhkan bantuannya (Annabeth) ...," ucap Frey ke Magnus.
Maksudnya apa?? Kan keinginan cross-over Greek-Nordik ku jadi meronta-ronta!

Omong-omong, segitu aja review tak berfaedah dan banjir spoiler kali ini. Overall, this book is such a fun ride. Give it a try if you haven't!
0
Share
Fangirl (Indonesian Version)
Cr. Greenshe Reviews

Fangirl by Rainbow Rowell

✰✰✰✰
My rating: 4 of 5 stars

Pernahkah kalian membaca buku yang karakternya sangat relatable dengan diri kalian? Mungkin beberapa dari kalian ada yang pernah bertemu dengan karakter yang 'gue banget'. Nah, perasaan seperti 'gue banget' itu aku rasakan ketika bertemu dengan karakter Cath dalam buku Fangirl yang ditulis oleh Rainbow Rowell.

Terjemahan buku Fangirl ini diterbitkan oleh Penerbit Haru. Menceritakan tentang Cath, fans beratnya Simon Snow, karakter novel yang sedang populer kala itu. Setelah membaca buku ini, aku membayangkan popularitas Simon Snow ini seperti popularitas karakter Harry Potter di kehidupan nyata.

Cath adalah seorang introvert, sehingga ia cenderung tipe yang individualis. Ketika ia masuk ke universitas, Cath mengalami sedikit masalah, karena saudara kembarnya, Wren, yang juga menyukai Simon Snow tiba-tiba memilih untuk tinggal di asrama yang berbeda, seolah ia menjauhi Cath. Cath sedikit kesulitan untuk bergaul. Tetapi kehadiran Reagan (ini cewek loh ya), Levi, dan Nick dalam kehidupan perkuliahan Cath, membuat Cath sedikit demi sedikit berubah.

Buku ini menggambarkan kehidupan seorang fangirl dan juga seorang individu yang memiliki karakter introvert. Walaupun aku tidak bisa mengatakan bahwa buku ini 100% benar tentang fangirl, karena pada kenyataannya, fangirl terdiri dari berbagai macam fangirl. Tetapi secara pribadi, sebagai seorang introvert juga, Cath benar-benar karakter yang membuatku bisa relate, walau tidak semua yang Cath lakukan dan sukai sama sepertiku.

Plot dalam cerita ini tergolong simpel. Tetapi cerita ini memberikan ekskusi keputusan dan akhir permasalahan yang cukup baik. Setiap karakter tergambarkan dengan baik. I really love Levi and Cath! Levi tuh cukup mengaggumkan!

Apakah kalian memiliki standar penilaian untuk seorang fangirl? Seperti, harus membeli dan mengoleksi barang-barangnya lah, apa lah? Mungkin ini hanya pemikiranku yang berlebihan, tetapi terkadang ketika aku berkumpul dengan beberapa orang yang menyukai hal yang sama denganku, aku merasa kurang fans. Dan terkadang situasi seperti itu membuatku mempertanyakan diriku sendiri, apakah aku benar-benar fansnya? Padahal aku menyukai mereka, tetapi terkadang aku bertanya-tanya seperti itu. Seolah aku merasa tidak pantas menjadi fans sesuatu/ seseorang.

Walaupun sisi negatifku kerap berpikir seperti itu, terkadang aku juga memikirkan bahwa menjadi seorang fangirl atau fanboy tidak bisa diukur dari seberapa banyak materi yang kamu keluarkan untuk seseorang atau sesuatu yang kalian sukai itu. Selama kalian menyukainya dalam batas normal dan tidak terbutakan oleh cahaya popularitas mereka sehingga tetap rasional dalam menilai juga sepertinya tidak masalah. (hashtag)curhatanfangirlmodalkuota.

Yea cukup sampai disini review buku kali ini. Sangat singkat, padat, dan tidak begitu berbobot(?). Aku merasa masih kurang ahli dalam berkata-kata. Ok, bye!
0
Share

The Wind Leading to Love by Yuki Ibuki


✰✰✰
My rating: 3 of 5 stars

The Wind Leading to Love adalah novel Jepang yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Haru di tahun 2015. Telat banget ya reviewnya? haha. Tapi inilah secuil review yang aku buat setelah menyelesaikan buku ini.

Buku ini menceritakan tentang Suga Tetsuji yang sedang depresi dan ingin mencari ketenangan di sebuah kota pesisir, di rumah peninggalan mendiang ibunya. Tapi rupanya, bukan ketenangan yang ia temukan, melainkan wanita bawel, Fukui Kimiko, wanita yang sudah menyelamatkannya ketika nyaris tenggelam.


I thought i'd never touch this book again. But finally i finished it. Thanks to my insomnia.

Aku sangat yakin membeli buku ini tidak jauh dari tanggal perilisan dari Penerbit Haru.  Ya, sudah selama itu buku ini berada di tumpukan buku-buku yang belum aku baca. Tetapi akhirnya, di tahun 2019, aku bisa meluluskan buku ini dari daftar to-be-read ku. Semua itu terjadi karena insomnia yang kerap sekali menghalangiku untuk tertidur.

Sebenarnya, setelah membeli buku ini, aku sudah pernah mencoba membacanya, namun entah mengapa beberapa tahun lalu, pembukaan cerita ini terasa membosankan, sehingga aku menutup bukunya kembali untuk waktu yang lama. Sepertinya karena perkembangan hubungan kedua pemeran utama sedikit lambat? Entahlah. Tapi yang terpenting adalah saat ini buku ini sudah selesai ku baca! Yey!

Menurut pendapatku, setelah memutuskan untuk membaca novel ini dari halaman pertama, konflik utamanya tuh terkesan samar pas di awal-awal. Benar. Layaknya menonton suatu film romansa Jepang yang memiliki alur lambat. 

Hubungan kedua tokoh utama yang sama-sama sudah (pernah) berkeluarga juga membuatku semakin bertanya-tanya apakah benar akan terjalin cinta antara mereka? Atau 'cinta' di judul bukunya hanya sinyal untuk hal lain? Maksudnya bukan cinta antara dua insan, tetapi cinta dalam arti yang lebih luas, seperti keluarga, anak, dan lain sebagainya.

Buku ini mulai menyenangkan dari bagian tengah sampai akhir. Sweet! Dan ketika permasalahan-permasalahan semakin terungkap jelas, rasanya semakin menyenangkan dan semakin membuatku tak bisa melepaskan pandangan mata pada setiap lembar.

Sebelum membaca buku ini, aku juga sudah membaca novel romance lainnya yang sudah aku review disini. 

Dibandingkan dengan novel romance sebelumnya, The Wind Leading to Love ini memiliki permasalahan yang lebih dewasa. Khususnya karena kedua karakter utama disini sudah berkeluarga, jadi ada nilai keluarga di cerita ini. Keputusan akhir yang mereka ambil untuk mengakhiri cerita juga terasa lebih berbobot. 

Ketika membaca novel Korea, tentu aku akan membayangkan movie ala ala Korea yang memiliki fase/ plot cukup cepat, dan biasanya endingnya mudah ditebak, pasalnya aku sudah terbiasa menonton drama-drama dan film-film Korea. Sedangkan membaca novel Jepang membuatku harus mengeluarkan effort lebih dengan membayangkan movie ala ala Jepang yang progress ceritanya agak lambat, dan tidak biasa aku tonton.

Aku memberikan tiga bintang untuk buku ini. Kok sedikit banget? Katanya konfliknya menyenangkan? Ya, karena untukku pribadi, aku masih dalam masa adaptasi dengan jenis serta keunikan penulisan novel Jepang.
0
Share
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

About Me

Welcome to my little corner! I’m Lia, someone who finds joy in stories, whether through novels, dramas, movies, or my own writings. With a Green Tea Latte in hand, I explore different narratives and share my thoughts here. Expect reviews, reflections, and a mix of personal musings. Most of my posts are in Bahasa Indonesia, but occasionally you’ll find entries in English or even a bit of Korean! Stay tuned, and let's dive into stories together!

Old Reviews

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  Mei 2025 (1)
      • Life updates! As if anyone wants to be updated.
  • ►  2023 (3)
    • ►  September 2023 (2)
    • ►  Agustus 2023 (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  September 2022 (4)
    • ►  Juli 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (1)
  • ►  2021 (23)
    • ►  November 2021 (7)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (5)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (9)
  • ►  2020 (23)
    • ►  November 2020 (4)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (3)
    • ►  Juli 2020 (3)
    • ►  Juni 2020 (6)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (5)
  • ►  2019 (43)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  November 2019 (4)
    • ►  Oktober 2019 (5)
    • ►  September 2019 (5)
    • ►  Agustus 2019 (6)
    • ►  Juni 2019 (4)
    • ►  Mei 2019 (3)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (6)
    • ►  Februari 2019 (3)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November 2018 (2)
    • ►  Agustus 2018 (2)
    • ►  Juli 2018 (4)

Cari Blog Ini

Youtube

Translate Here!

Iklan Sejenak

LINK

  • KOREA.NET INDONESIA
  • KOREA.NET ENGLISH
Copyright © 2015 GREENSHE REVIEWS

Created By ThemeXpose